Rabu, 09 November 2011

Cara Pemungutan Pajak


Cara Pemungutan Pajak
Ada beberapa cara dalam pemungutan pajak yang dalam bahasa Belanda disebut stelsel. Punggutan (heffing) dapat dipungut di muka (voorheffing) atau dipungut di belakang (naheffing). Sistem pungutan di muka mengenakan pajak pada permulaan tahun, jadi langsung setelah tahun pajak bermula, sedang sistem pungutan pajak di belakang memungut pajak di belakang, artinya pajak dipungut setelah tahun berakhir (tidak pada akhir tahun), jadi pada awal tahun yang mengikuti tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam literatur sistem pungutan pajak ini, dibedakan dalam tiga macam stelsel atau sistem:
·         Stelsel anggapan atau stelsel fiksi
·         Stelsel riil atau real, stelsel berdasarkan kenyataan
·         Stelsel campuran

1.      Stelsel Anggapan atau Stelsel Fiksi
Stelsel fiksi ini mendasarkan pungutan pajak kepada suatu anggapan atau fiksi hukum yang sebenarnya kurang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Walaupun demikian tidak pula dapat dikatakan bahwa sistem ini merupakan sistem yang sembarangan. Oleh karena itu dicari dasar yang dapat digunakan sebagai pegangan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Stelsel ini memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai berikut:
Kelebihan
Kekurangan
Mengacu pada jumlah penghasilan yang sebenarnya sehingga pajak yang dibayarkan lebih realistis.
Pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang sehingga akan merugikan negara dan wajib pajak
Wajib pajak tidak lagi haarus memikul pajak yang terlampau berat, yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Merugikan wajib pajak apabila ternyata selama masa atau tahun pajak berjalan terjadi penurunan penghasilan dari wajib pajak. Sebaliknya juga akan merugikan negara apabila ternyata selama masa atau tahun pajak berlangsung terjadi kenaikan penghasilan dari wajib pajak.

Tidak memberatkan wajib pajak, karena dapat mencicil mulai dari awal tahun pajak.
Pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada realitas

Uang hasil pajak segera dapat masuk ke dalam kas negara.


2.      Stelsel Riil atau Stelsel Nyata
Stelsel riil bertujuan untuk mengenakan pungutan yang didasarkan pada keadaan atau penghasilan riil, artinya penghasilan yang diperoleh atau diterima sebenarnya dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dan karena keadaan atau penghasilan yang sesungguhnya diterima atau diperoleh dalam tahun pajak, baru mungkin diketahui pada akhir tahun. Maka secara logis, pajak yang didasarkan pada stelsel riil ini baru dapat dipungut setelah tahun pajak yang bersangkutan lampau, sehingga pungutan ini paling cepat baru dapat dilakukan pad tanggal 1 Januari dari tahun yang mengikuti tahun pajak yang bersangkutan. Inilah yang disebut dengan pungutan di belakang atau naheffing. Stelsel ini memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai berikut:

Kelebihan
Kekurangan
Mengacu pada jumlah penghasilan yang sebenarnya sehingga pajak yang dibayarkan lebih realistis.
Pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui) sehingga dapat menyebabkan pembiayaan negara terganggu

Wajib pajak tidak lagi harus memikul pajak yang terlampau berat, yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Akan memberatkan wajib pajak sebab harus membayar sekaligus dalam jumlah yang besar pada akhir tahun atau awal tahun berikutnya
Baik bagi wajib pajak maupun fiscus atau pemerintah tidak merasa dirugikan apabila terjadi perubahan terhadap keadaan obyek pajak selama masa pajak itu berlangsung, karena semua perubahan itu tetap dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pajak.
Terlambatnya uang pajak masuk ke dalam kas negara. Hal tersebut terjadi karena uang pajak baru dapat diterima oleh negara setelah masa atau tahun pajak itu berakhir.


3.      Stelsel Campuran
Stelsel fiksi dianggap kurang memuaskan, karena itu timbulah stelsel campuran sebagai stelsel peralihan sebelum ditetapkan stelsel yang riil. Stelsel ini terletak si antara stelsel fiksi dan stelsel riil.
Stelsel campuran pada mulanya menerapkan stelsel fiksi, sehingga pada awal tahun sudah dapat dikenakan Surat Ketetapan Pajak (STP) yang fiktif. Kemudian pada akhir tahun pajak dihitung kembali disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Pada akhir tahun ini pada hakikatnya diterapkan sistem yang riil, yang berfungsi sebagai koreksi tehadap stelsel fiksi. Stelsel ini memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai berikut:
Kelebihan
Kekurangan
Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak
Perhitungan dilakukan dua kali diawal dan diakhir tahun
Pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang
Adanya tambahan pekerjaan administrasi baru
Jika pajak yang dibayarkan lebih, maka kelebihannya akan dikembalikan pada wajib pajak.
Adanya ketetapan yang dilakukan dua kali selama masa atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini akan mengakibatkan adanya pekerjaan, biaya dan tenaga yang digunakan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak itu menjadi dua kali lipat. Hal ini tentu tidak efisien.
Jika pajak yang dibayarkan kurang, maka  akan diadakan pemeriksaan ulang.

Pada awal masa atau tahun pajak uang hasil pajak sudah dapat masuk ke dalam kas negara sehingga dapat segera digunakan.

Bagi fiscus dan wajib pajak tidak ada yang dirugikan apabila terjadi perubahan terhadap besarnya penghasilan, karena pada akhir masa atau tahun pajak ketetapan pajak yang didasarkan pada stelsel fictie tersebut masih dapat dikoreksi.




PEMBAHASAN

Menurut kelompok kami di Indonesia menganut stelsel campuran. Pada prinsipnya di Indonesia digunakan stelsel nyata atau riil. Namun dalam pelaksanaannya diterapkan stelsel campuran, yaitu pada awal tahun (untuk keperluan pembayaran angsuran) diterapkan stelsel anggapan dan pada akhir tahun digunakan stelsel riil (nyata).
Stelsel ini adalah gabungan dari Stelsel nyata (rill stelsel) dan Stelselanggapan (fictive stelsel). Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan perkiraan sedangkan pada akhir tahun perhitungannya disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak sesuai kenyataan lebih besar dari perkiraannya maka Wajib Pajak harus membayar kekurangannya. Dan sebaliknya, bila besarnya pajak sesuai kenyataan lebih kecil dari perkiraannya maka kelebihannya dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak.  Hal ini diterapkan pada pemungutan witholding tax (PPh 22 dan PPh 23) yang pada akhir tahun dapat dikreditkan dengan PPh terutang dalam periode setahun.
Sejalan dengan pernyataan Waluyo mengenai stelsel anggapan, Thuronyi (1996) menjelaskan definisi metode perhitungan pajak dengan perkiraan (Presumptive Taxation Method) sebagai penentuan hutang pajak yang berbeda dari peraturan yang berlaku umum yang dikenakan pada Wajib Pajak tertentu. Alasan digunakannya Presumptive Taxation Method antara lain untuk:
a.       Simplifikasi
Bila beban untuk mematuhi peraturan pajak (compliance cost) lebih besar dari pada pendapatan pajak yang diterima, hal ini akan memberatkan Wajib Pajak. Misalnya pada usaha kecil yang membutuhkan biaya besar untuk mengadakan pembukuan yang lengkap dan administrasi perpajakan yang memadai.
b.      Menghindari penggelapan pajak (tax evasion) atau penghindaran pajak (tax avoidance)
Beberapa ruang lingkup bisnis catatan pembukuan yang berpotensi untuk menyembunyikan pendapatan yang sebenarnya. Hal ini bisa dilakukan secara ilegal (tax evasion) atau dengan memanfatkan fleksibilitas dari peraturan yang ada (tax avoidance).
c.       Menyediakan indikator yang objektif
Saat metode berdasarkan pembukuan yang normal tidak dapat diandalkan (unrealible). Misalnya bila biaya yang berkenaan dengan pendapatan sulit diestimasi.
d.      Mendorong Wajib Pajak menyimpan pembukuan yang lengkap.
Metode perkiraan pendapatan dapat menyebabkan adanya kemungkinan beban pajak lebih tinggi daripada metode berdasarkan pembukuan yang normal. Karena itulah, Wajib Pajak didorong untuk menyimpan pembukuan yang lengkap. Pembukuan ini dapat digunakan oleh Wajib
e.       Insentif untuk wajib pajak
Insentif untuk Wajib Pajak berpenghasilan besar membayar pajak dengan tarif minimum.
f.       Alasan lain
Seperti untuk peningkatan pendapatan, keadilan dan kesulitan teknis dan alasan politis.

Thuronyi (1996) juga menjelaskan metode perhitungan pajak dengan perkiraan (Presumptive Taxation Method) sebagai berikut: 
a.       Perhitungan ulang pendapatan (Reconstruction of Income)
Metode ini dilakukan bila Wajib Pajak gagal pembukuan dan jumlah pendapatan yang sebenarnya sulit dilacak. Pendapatan dihitung ulang oleh pihak fiskus bisa dari estimasi pendapatan (net worth method), pengeluaraan (expenditure method) ataupun dari arus kas (bank deposit method). Metode ini banyak menggunakan estimasi yang kurang didukung bukti-bukti. Hal ini dapat menimbulkan potensi korupsi bagi pihak fiskus.
b.      Persentase dari Penerimaan Bruto (Percentage of Gross Receipt)
Tarif pajak yang diberikan kurang dari tarif normal (tarif minimum) yang diklasifikasi berdasarkan industri dengan cara memperbandingkan dengan rata-rata profit pada ruang lingkup industri tertentu. Utang Pajak dihitung berdasarkan tarif minimum dikalikan penerimaan bruto Wajib Pajak. Metode ini hanya diterapkan  pada penerimaan bruto yang mudah diaudit. Metode ini sederhana tapi berpotensi kekerasan terhadap Wajib Pajak terutama bila sebenarnya Wajib Pajak merugi karena metode ini hanya memperhitungkan penerimaan bruto, tidak memperhitungkan biaya-biaya yang ditanggung Wajib Pajak.
Di Indonesia, metode ini digunakan untuk menghitung PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (7) UU PPN  (Peraturan Menteri Keuangan – 45/PMK.03/2008, 31 Maret 2008). Metode ini juga digunakan PPh final (UU PPh pasal 4 ayat 2) dan PPh dengan Norma Perhitungan (UU PPh psl 15).
c.       Persentase Nilai Aset (Percentage of Assets)
Utang Pajak dihitung berdasrakan tarif minimum dikalikan nilai aset wajib Pajak bisa dari total aset (gross asset), total aset setelah dikurangi total hutang ataupun total aset dikurangi hutang-hutang tertentu. Metode ini dapat digunakan untuk mengindari penghindaran profit dengan cara membebankannya ke anak perusahaan di luar negeri (transfer pricing). Namun sayangnya biaya administrasi untuk metode ini sangat tinggi karena terutama untuk perhitungan aset yang besar dan tersebar luas.

Jumat, 04 November 2011

Penganggaran Sektor Publik


A.    KONSEP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan anggaran. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah antara alokasi dana untuk program/aktivitas. Aspek-aspek anggaran sektor publik:
1.      Perencanaan
2.      Pengendalian
3.      Akuntabilitas

B.     PENGERTIAN PENGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran publik merupakan rencana kegiatan dalam bentuk perolehan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam satuan moneter atau suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan suatu organisasi yang meliputi informasi pendapatan, belanja, dan aktivitas.
Anggaran sektor publik adalah perencanaan finansial tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang dengan melihat data yang diperoleh dari masa lalu sebagai acuan penetapan anggaran.
Anggaran sektor publik harus dapat memenuhi kriteria, antara lain: merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat serta menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen pemerintah atau pemerintah daerah.
Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan lain-lain agar terjamin secara layak. Maka dari itu tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh pemerintah melaui anggaran yang dibuatnya.

C.    PENTINGNYA ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1.      Dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat.
2.      Merupakan alat utama kebijakan fiskal.
3.      Sebagai alat pemerintah untuk mengarahkan pembangunan, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
4.      Anggaran diperlukan karena kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas dan berkembang, sedang sumber daya terbatas.
5.      Diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap rakyat.

D.    FUNGSI ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Berdasarkan uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa anggaran sektor publik memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
§  Sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.
§  Sebagai alat pengendalian unit kerja. Anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
§  Sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi.
§  Pedoman bagi pemerintah untuk mengelola negara untuk periode masa mendatang.
Pengaruh dan Tujuan Anggaran Sektor Publik
      Anggaran merupakan alat ekonomi terpenting yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
      Untuk mencapai tujuan organisasi, penganggaran mutlak diperlukan. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

E.     PERKEMBANGAN anggaran sektor Publik DAN JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya menjadi instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. 
1.    Tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan.
2.    Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus digunakan sebagai alat pengendalian. 
3.    Fungsi perencanaan dan pengawasan akan baik jika sistem anggaran serta pencatatan penerimaan dan pengeluaran dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Pendekatan utama perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik:
1.      Anggaran tradisional/konvensional
2.      Anggaran dengan pendekatan New Public Management

Jenis Anggaran Sektor Publik:
1.      Anggaran Tradisional
Anggaran tradisional antara lain:
Ciri-ciri anggaran tradisional antara lain yaitu:
                                                   a.            Cara penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalisme. Berikut merupakan keterangan mengenai incrementalisme :
                                                                        (i)            Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional antara lain pada pengawasan dan pertanggungjawaban yang terpusat.
                                                                      (ii)            Bersifat incrementalisme, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan data tahun sebelumnya sebagai  dasar menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa kajian yang mendalam atau kebutuhan yang wajar.
                                                                     (iii)            Masalah utama anggaran tradisional adalah tidak memperhatikan konsep value for money (ekonomi, efisiensi dan efektivitas)
                                                                    (iv)            Kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan, bukan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
                                                   b.            Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
                                                   c.            Cenderung sentralistis
                                                  d.            Bersifat spesifikasi;
                                                   e.            Tahunan; dan
                                                    f.            Menggunakan prinsip anggaran bruto.



Kelemahan anggaran tradisional antara lain:
1.        Hubungan yang tak rnemadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang
2.        Pendekatan incrementalisme menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3.        Lebih berorientasi pada input daripada output, sehingga tak dapat sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah  dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4.        Sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai dan berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen
5.        Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal atau investasi.
6.        Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tersebut tak terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan mendorong praktik yang tak sehat (KKN).                          
7.        Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tak memadai  menambah lemahnya perencanaan anggaran sehingga  muncul budenganet padding atau budenganetary slack.
8.        Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
9.        Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
10.    Anggaran tradisional tidak rnampu mengungkapkan besarnya dana dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan gagal memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan.  Sehingga tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah  tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.

a)      Incrementalism

Cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan sebagai berikut:
a.       Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
b.      Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan merata di antara kelompok masyarakat?
c.       Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
d.      Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Akibat konsep historic cost of service adalah suatu item, program atau kegiatan muncul lagi dalam anggaran tahun berikut meski sudah  tak dibutuhkan.  Perubahan menyangkut jumlah rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya

b)      Line-item

Ø  Struktur anggaran bersifat line-item didasarkan atas sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. 
Ø  Tak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi
Ø  Penilaian kinerja tak akurat karena tolok ukur yang digunakan hanya pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Ø  Dilandasi alasan orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran, bukan tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.

2. Anggaran Publik Dengan Pendekatan NPM

Era New Public Management

Anggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM) adalah anggaran yang berorientasi pada kinerja yang terdiri dari:
a.       Planning Programming and and Budenganeting System (PPBS)
b.      Zero Based Budenganeting (ZBB)
c.       Performance Budenganeting



Sejarah NPM:
Ø  Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang drastis dari sistem manajamen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar.
Ø  Model NPM mulai dikenalkan tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk inkamasi, misalnya munculnya konsep:
1.       manageriallism" (Poilit, 1993);
2.      "market-based public administration" (Lan, Zhiyong, and Rosenbloom, 1992);
3.      "post-bureaucratic paradigm" (Barzelay, 1992); dan
4.      "entrepreneurial government" (Osborne and Gaebler, 1992). 
Ø  NPM berfokus pada kinerja organisasi, bukan pada kebijakan. Konsekuensinya, pemerintah dituntut untuk melakukan efisiensi, cost cutting dan kompetisi tender.
Ø  Salah satu model pemerintahan di era NPM adalah model pemerintahan Osbome dan Gaebler (1992) yang dikenantara lain dengan konsep "reinventing government".  Perspektif baru pemerintah menurut Osbome dan Gaebler tersebut adalah:
1.             Pemerintahan katalis, fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik
2.             Pemerintah milik masyarakat, memberdayakan masyarakat daripada melayani dengan memberikan wewenang kepada masyarakat
3.             Pemerintah yang kompetitif, kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
4.             Pemerintah yang digerakkan oleh misi, bukan peraturan
5.             Pemerintah yang berorientasi hasil, berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif, yaitu membiayai hasil bukan masukan
6.             Pemerintah berorientasi pada pelanggan, mengidentifikasi pelanggan sesunguhnya, menciptakan dual accountibility kepada legislatif dan masyarakat
7.             Pemerintahan wirausaha, mampu menciptakan pendapatan tidak sekedar membelanjakan
8.             Pemerintah antisipatif, tidak reaktif tetapi proaktif (berupaya mencegah daripada mengobati)
9.             Pemerintah desentralisasi, dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja. Pengambilan keputusan digeser ke tangan masyarakat, asosiasi dan LSM
10.         Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar; perubahan dengan mekanisme pasar (mekanisme insentif) bukan dengan mekanisme (sistem prosedur dan pemaksaan)
Ø  Perbandingan anggaran tradisional  dengan anggaran berbasis NPM
Anggaran Tradisional

New Public Management

Sentralistis
Desentralisasi dan devolved management
Berorientasi pada input
Berorientasi pada input, output dan outcome
(value for money)
Tak terkait dengan perencanaan jangka panjang
Utuh dan komprehensif dengan perencanaan
Jangka panjang
Line-item dan incrementantara lain
Berdasarkan sasaran kinerja

Rigid department

Cross department
Gunakan aturan klasik, vote accounting
ZBB, PPBS
Prinsip anggaran bruto
Sistematik dan rasional
Bersifat tahunan

Bottom-up budenganeting

Spesifik



PERUBAHAN PENDEKATAN anggaran
Ø  Era new public management mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik, antara lain:
1.      Teknik Anggaran Kinerja/Performance Budgeting
2.      Zero Based Budgeting/ZBB
3.      Planning, Programming dan Budgeting System/PPBS
Ø  Karakteristik pendekatan baru sistem anggaran publik
1.      Komprehensif/komparatif
2.      Terintegrasi dan lintas departemen
3.      Proses pengambilan keputusan yang rasional
4.      Berjangka panjang
5.      Spesifikasi tujuan dan perankingan prioritas
6.      Analsis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7.      Berorientasi input, output dan outcome
8.      Adanya pengawasan kinerja

anggaran KINERJA
Ø  Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output
Ø  Dominasi pemerintah dapat diawasi dan dikendalikan antara lain melalui internal cost awareness, audit keuangan dan kinerja.
Ø  Sistem anggaran kinerja merupakan sistem yang mencakup penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran

ZERO BASED BUDGETING (ZBB)
Ø  Proses implementasi ZBB, tiga tahapan:
1.      Identifikasi unit-unit keputusan
2.      Penentuan paket-paket keputusan
a.       Paket keputusan mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama
b.       Paket keputusan incremental; merefleksikan tingkat usaha yang berbeda
3.      Meranking dan mengevaluasi keputusan
Ø  Keunggulan ZBB
1.      Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan antara lain alokasi sumber daya secara lebih efisien
2.      ZBB berfokus pada value for money
3.      Memudahkan identifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
4.      Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5.      Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
6.      Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran

Ø  Kelemahan ZBB
1.        Time consuming, terlalu teoritis dan tak praktis, membutuhkan biaya besar, dan menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan
2.        ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3.        Implementasi ZBB membutuhkan teknologi maju
4.        Masalah terbesar ZBB adalah proses meranking dan mereview paket keputusan yang merupakan pekerjaan melelahkan dan membosankan sehingga dapat mempengaruhi keputusan
5.        Meranking paket keputusan membutuhkan staf yang mempunyai keahlian yang tak mungkin dimiliki organisasi. Dalam perankingan sering kali muncul pertimbangan subyektif dan tekanan politik
6.        Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran
7.        Implementasi ZBB menimbulkan masalah  keperilakuan dalam organisasi

PLANNING, PROGRAMMING dan BUdgeting SYSTEM (PPBS)
Ø PPBS adalah teknik penganggaran yang berorientasi pada output dan tujuan, penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonom
Ø  Proses Implementasi PPBS
Tahapan implementasi PPBS sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2.      Mengidentifikasi program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
3.      Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit
4.      Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya kecil
5.      Alokasi sumber daya ke setiap program yang disetujui
Program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi
Ø  Karakteristik PPBS
1.      Berfokus pada tujuan dan aktivitas program untuk mencapai tujuan
2.      Berorientasi masa depan sehingga secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran.
3.      Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4.      Analisis secara sistematik atas berbagai alternetif  program, meliputi
a.       identifikasi tujuan
b.       identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan
c.       estimasi biaya total setiap alternatif  program
d.      estimasi manfaat/hasil yang ingin diperoleh dari setiap alternative program

Ø  Kelebihan PPBS
1.      Memudahkan pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke menengah
2.      Dalam jangka panjang mengurangi beban kerja
3.      Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost consciousness/awareness) dalam perencanaan program
4.      Lintas departemen sehingga meningkatkan komunikasi, koordinasi dan kerja sama antar departemen
5.      Eliminasi program overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan
6.      Aplikasikan teori marginal utility; mendorong alokasi sumber daya optimal.

Ø  Kelemahan PPBS
1.         Membutuhkan sistem informasi canggih, ketersediaan data, adanya sistem pengukuran dan staf yang berkapabilitas tinggi
2.         Membutuhkan biaya besar karena membutuhkan teknologi yang canggih
3.         Secara teori bagus, tetapi sulit mengimplementasikan
4.         Abaikan realitas politik dan organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks
5.         Teknik anggaran yang statistically oriented sehingga kurang tajam mengukur efektivitas program dan hanya tepat mengukur beberapa program tertentu
6.         Pengaplikasiannya menghadapi masalah teknis, sulit mengalokasikan biaya karena sifat kegiatan/program yang lintas departemen. Sementara itu sistem akuntansi berdasarkan departemen bukan program

Ø  Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS
1.      Keterbatasan dalam menganalisis semua alternative untuk melakukan aktivitas
2.      Kurangnya data untuk membandingkan semua alternative, utamanya mengukur output
3.      Masalah  ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa yang akan datang, perubahan politik dan ekonomi
4.      Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat
5.      Kesulitan menentukan tujuan dan perankingan terutama karena conflict of interest
6.      Seringkali tak memungkinkan perubahan program secara cepat dan tepat
7.      Resistance to change berupa hambatan birokrasi dan perlawanan politik
8.      Pelaksanaannya sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik.
9.      Pemerintah beroperasi pada situasi yang tidak rasional.

F.     PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Menurut Shafritz dan Russell,1977 serta dalam buku yang ditulis oleh Ihyaul Ulum, prinsip-prinsip penyusunan anggaran meliputi:
a)      Demokratis
Anggaran Negara (baik pusat dan daerah) baik berkaitan dengan pendapatan maupun pengeluaran harus ditetapkan melalui suatu proses yang mengikutsertakan unsur masyarakat, harus dibahas dan mendapat persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
b)      Adil
Harus diarahkan untuk kepentingan orang banyak dan secara proporsional antara lain, dialokasikan bagi semua kelompok masyarakat sesuai kebutuhannya.
c)      Transparan
Proses perencanaan, pelaksanaan, serta pertanggung jawaban harus diketahui tidak saja oleh wakil rakyat, tetapi juga oleh masyarakat umum.
d)     Bermoral tinggi
Pengelolaan anggaran harus berpegang peraturan perundangan yang berlaku, dan juga senantiasa mengacu pada etika dan moral yang tinggi.,
e)      Berhati-hati
Harus dilakukan secara berhati-hati, karena sumber daya terbatas dan mahal. Hal ini semakin terasa penting jika dikaitkan dengan unsur hutang negara.
f)       Akuntabel
Harus dapat dipertanggung jawabkan setiap saat secara intern maupun ekstern kepada rakyat.
g)      Otorisasi oleh legislatif
Anggaran public harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
h)     Periodik
 Artinya anggaran merupakan sesuatu yang bersifat periodik, bisa tahunan maupun multi tahunan.
i)        Akurat
Penganggaran harusnya dilakukan dengan akurat dengan menyesuaikan antara pengeluaran dan pendapatan.


j)       Jelas
Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.
k)     Diketahui publik
Maksudnya adalah anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
l)        Selain prinsip-prinsip tersebut, secara fundamental dalam pengelolaan anggaran negara harus senantiasa efisien (biaya), efektif (tujuan) dan ekonomis (pemanfaatan sumber daya yang ada).


G.    PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Proses penyusunan anggaran mempunyai 4 tujuan:
1.       Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian
2.       Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik
3.       Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja
4.       Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah

Faktor dominan dalam proses penganggaran:
  1. Tujuan dan target yang hendak dipakai
  2. Ketersediaan sumber daya
  3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target
  4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran

H.    PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN
Pentingnya keterlibatan pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa publik:
  1. Stabilitas ekonomi
  2. Redistribusi pendapatan
  3. Alokasi sumber daya

Siklus anggaran ada 4 tahap (Henley, et antara lain, 1990):
1.      Tahap Persiapan Anggaran (Preparation).
2.      Tahap Ratifikasi (Approvantara lain/Ratification).
3.      Tahap Implementasi (Implementation).
4.      Tahap Pelaporan dan Evaluasi (Reporting dan Evaluation).

CONTOH KASUS
Akuntabilitas Anggaran Publik, Konferensi Administrasi Negara III, Bandung, 6-8 Juli 2010 10 Juli 2010 Sebuah pertemuan akbar diantara para dosen dan peneliti bidang ilmu administrasi negara digelar di kota Bandung, tgl 6-8 Juli 2010. Ini adalah konferensi nasional yang ketiga kalinya setelah yang pertama di UGM-Jogja, dan yang kedua di Unair-Surabaya. Saya menulis paper tentang akuntabilitas anggaran publik. Saya tidak bisa memaparkannya dalam KAN-3 ini karena sakit, tetapi saya berharap ide dalam paper saya tetap bisa memberi kontribusi. Rendahnya akuntabilitas anggaran publik, terutama jika disoroti dari proses perumusan APBD dan realisasinya, terbukti dari tiga fenomena pokok. Pertama, perumusan APBD sejauh ini masih didikte oleh kepentingan politik para elit pejabat di daerah, baik di jajaran eksekutif maupun legislatif.
Akibatnya, kepentingan untuk memakmurkan rakyat seringkali terpinggirkan. Kedua, prioritas belanja daerah ternyata masih sangat dipengaruhi alokasi untuk gaji dan belanja pegawai, bukan untuk membuat program-program yang responsif bagi rakyat di daerah. Kecenderungan seperti ini sesungguhnya sudah ada sejak masa pemerintahan Orde Baru, di mana SDO (Subsidi Daerah Otonom) selalu menyedot dana publik yang proporsinya begitu besar. Ketiga, kurangnya kemampuan perencanaan dan penganggaran diantara para pegawai Pemda dan semakin ketatnya ketentuan pengadaan barang dan jasa mengakibatkan semakin besarnya SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran). Akibatnya, sekali lagi semakin banyak dana APBD yang kurang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kemakmuran rakyat karena tidak bisa dibelanjakan secara efektif.








DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi