Jumat, 23 September 2011

Peran Akuntansi Manajemen Sektor Publik


Devinisi akuntansi manajemen menurut Chartered Institute of Management Accountants, akuntansi manajemen merupakan suatu bagian integral dari manajemen yang terkait dengan pendefinisian, penyajian dan pengintepretasian informasi yang digunakan perumusan strategi, perencanaan dan pengendalian aktivitas, pengambil keputusan, pengomptimalan penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada shareholders, pengungkapan pada karyawan dan perlindungan aset. Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian manajemen. Inti dari akuntansi manajemen adalah perencanaan dan pengendalian.  Peran akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik meliputi:
1.      Perencanaan strategik
Pada tahap perencanaan stratejik, manajemen organisasi membuat alternatif-alternatif program yang dapat mendukung strategi organisasi. Peran akuntansi manajemen adalah memberikan informasi untuk menentukan berapa biaya program (cost of program) dan beberapa biaya suatu aktivitas (cost of activity), sehingga berdasarkan informasi akuntansi tersebut manajer dapat menentukan berapa anggaran yang dibutuhkan dikaitkan dengan sumber daya yang dimiliki.
Akuntansi manajemen pada sektor publik dihadapkan pada tiga permasalahan utama yaitu efisiensi biaya, kualitas produk, dan pelayanan (cost, quality and services).
Untuk dapat menghasilkan kualitas pelayanan publik yang tinggi dengan biaya yang murah, pemerintah harus mengadopsi sistem informasi akuntansi manajemen yang modern. Namun tetap, terdapat sedikit perbedaan antara sektor swasta dengan sektor publik dalam hal penentuan biaya produk atau pelayanan. Hal tersebut disebabkan sebagian besar biaya pada sektor swasta cenderung merupakan engineered cost yang memiliki hubungan secara langsung dengan output yang dihasilkan, sementara biaya pada sektor publik sebagian besar merupakan discretionary cost yang ditetapkan di awal periode anggaran dan sering tidak memiliki hubungan langsung antara aktivitas yang dilakukan dengan output yang dihasilkan. Kebanyakan output yang dihasilkan di sektor publik merupakan intangible output yang sulit diukur.
2.      Pemberian informasi biaya
Biaya dalam akuntansi sektor publik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.       Biaya Input: Biaya input adalah sumber daya yang dikorbankan untuk memberikan pelayanan. Biaya input bisa berupa biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
b.      Biaya output: Biaya output adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk hingga sampai ke tangan pelanggan. Pada organisasi sektor publik output diukur dengan berbagai cara tergantung pada pelayanan yang dihasilkan.
c.       Biaya proses: Biaya proses dapat dipisahkan berdasarkan fungsi organisasi. Biaya diukur dengan mempertimbangkan fungsi organisasi.
Akuntansi biaya pada sektor publik berperan untuk memberikan informasi mengenai pengeluaran publik yang dapat digunakan oleh pihak internal yaitu pemerintah dan pihak eksternal yang diwakili masyarakat untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Informasi akuntansi manajemen diharapkan dapat membantu manajer publik dalam menentukan dan melaporkan biaya.
Proses penentuan biaya meliputi lima aktivitas, yaitu:
a.      Cost finding
Pemerintah mengakumulasi data mengenai biaya yang dibutuhkan  untuk menghasilkan produk maupu jasa pelayanan.
b.      Cost recording
Setelah melakukan proses cost finding, pemerintah mencatat data ke dalam sistem akumulasi organisasi.
c.       Cost analyzing
Mengidentifikasi jenis dan perilaku biaya, perubahan biaya, dan volume kegiatan. Manajemen organisasi harus bisa menentukan pemicu biaya agar dapat dilakukan strategi bisnis biaya.
d.      Strategic cost reduction
Menentukan strategi penghematan biaya untuk mencapau value for money. Pendekatan strategik dalam pengurangan biaya (manajemen biaya strategik) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Berjangka panjang
2.      Berdasarkan kultur
3.      Manajemen harus bersifat proaktif dalam melakukan penghematan biaya.
4.      Keseriusan manajemen puncak sebagai penentu efektifitas program pengurangan biaya karena pada dasarnya manajemen biaya strategik merupakan tone from the top.
e.       Cost reporting
Tahap terakhir adalah memberikan informasi biaya secara lengkap kepada pimpinan dalam bentuk internal report yang kemudian diagresikan ke dalam satu laporan yang akan disampaikan kepada pihak eksternal.
5.      Penilaian investasi
Penilaian investasi di sektor publik pada dasarnya lebih rumit dibandingkan dengan di sektor swasta. Teknik-teknik penilaian investasi yang digunakan di sektor swasta didesain untuk organisasi yang berorientasi pada laba. Sementara organisasi publik merupakan organisasi yang tidak berorientasi pada laba, sehingga terkadang teknik-teknik tersebut tidak dapat diterapkan untuk sektor publik. Di samping itu sulit untuk mengukur output yang dihasilkan, sehingga untuk menentukan keuntungan di masa depan dalam ukuran finansial (expected return) sulit dilakukan.
Penilaian investasi dalam organisasi publik dilakukan dengan menggunakan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). Dalam praktiknya, terdapat kesulitan dalam menentukan biaya dan manfaat dari suatu investasi yang dilakukan. Hal tersebut karena biaya dan manfaat yang harus dianalisis tidak hanya dilihat dari sisi finansialnya saja akan tetapi harus mencakup biaya sosial (social cost) dan manfaat sosial (social benefits) yang akan diperoleh dari investasi yang diajukan. Menentukan biaya sosial dan manfaat sosial dalam satuan moneter sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, penilaian investasi dengan menggunakan analisis biaya-manfaat di sektor publik sulit dilaksanakan. Untuk memudahkan, dapat digunakan analisis efektifitas biaya (cost-effectiveness analysis).
6.      Penganggaran
Akuntansi manajemen berperan untuk memfasilitasi terciptanya anggaran publik yang efektif. Terkait dengan tiga fungsi anggaran, yaitu sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi, maka akuntansi manajemen merupakan alat yang vital untuk proses mengalokasikan dan mendistribusikan sumber dana publik secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata.
7.      Penentuan biaya pelayanan (cost of servicees) dan penentuan tarif pelayanan (charging for services)
 Akuntansi manajemen berperan untuk memfasilitasi terciptanya anggaran publik yang efektif. Terkait dengan tiga fungsi anggaran, yaitu sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi, maka akuntansi manajemen merupakan alat yang vital untuk proses mengalokasikan dan mendistribusikan sumber dana publik secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata.
8.      Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian dari sitem pengendalian. Penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dalam tahap penilaian kinerja, akuntansi manajemen berperan dalam pembuatan indikator kinerja kunci (key performance indicator) dan satuan ukur untuk masing-masing aktivitas yang dilakukan.

Tujuan dan Perkembangan Akuntansi Sektor Publik


 A. Tujuan Akuntansi Sektor Publik
American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan auditingsektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor Publik.

B.  Perkembangan Akuntansi Sektor Publik
Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya lebih dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial di dalam masyarakat.
Setelah datang banyak kritikan dan serangan dari teori perkembangan radikal, di negara-negara indusri sektor publik mengalami reformasi. Reformasi tersebut tampak dalam adopsi New Public Management (NPM) dan reinventing goverment di banyak negra terutama Anglo-Saxon. Dengan adanya perubahan pada sektor tersebut, terjadi pula perubahan pada akuntansi sektor publik. Contohnya perubahan sistem akuntansi dari akuntansi berbasis kas menjadi akuntansi berbasis akrual. Pemerintah New Zeland yang dianggap berhasil dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual telah mengadopsi sistem akuntansi tersebut sejk tahun 1991.
Kini muncul isu bahwa akuntansi sektor publik di negara berkembang mengalami kebangkrutan. Namun hal tersebut dapat disangkal dengan negara-negara yang memiliki kepercayaan publik tinggi seperti Malaysia, Taiwan, Thailand dan Korea Selatan.
Kontribusi sektor publik dapat memantu pembangunan nasional dan stabilitas publik. Oleh karena itu perbaikan kinerja sektor publik terus dilakukan agar dapat tercipta good publik and corporate govermance. Seiring dengan perbaikan sektor publik, akuntansi publik pun ikut berkembang dengan pesat. Hal ini tampak pada dua dasawarsa terakhir, istilah “akuntabilitas publik, value for money, reformasi sektor publik, privatisasi, good publik governance.” yang begitu cepat masuk ke kamus sektor publik.
Isu-isu sektor publik masih terus bermunculan misalnya isu perlunya dilakukan reformasi akuntansi, auditing, sistem anajemen keuangan pubik, privatisasi perusahaan-perusahaan publik, dan tuntutan dibuatnya laporan laporan keungan eksternal.

Kamis, 22 September 2011

Kode Etik dan Indepedensi Auditor


1.      Kode Etik Profesional
1.1.       Etika Profesional
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya. Pemahaman yang cukup dari seorang Akuntan tentang kode etik, akan menciptakan pribadi Akuntan yang profesional, kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup tentang kode etik, seorang Akuntan akan terkesan tidak elegan, bahkan akan menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari profesinya tersebut.
Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akifitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
1.2.       Permasalahan Etika
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.       Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.      Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a.       Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakanmemalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b.      Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumentersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yangsempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika.Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidakwajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapatmembuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebutbenar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c.       Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengajaterlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akandengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akanmemutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protesuntuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlumemberitahu.
1.3.       Kode Etik Profesi Auditor
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
a.       Tanggung jawab profesi 
Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b.      Kepentingan publik 
Auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan publik, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
c.       Integritas        
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
d.      Obyektifitas dan independensi
Seorang Certified Public Accountant (CPA) harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
e.       Kompetensi dan kehati-hatian profesional 
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
f.       Kerahasiaan 
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g.      Perilaku profesional 
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
h.      Standar teknis 
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.

2.      Independensi

Profesi akuntan publik adalah profesi yang unik karena dalam menjalankan tugas profesinya seorang akuntan publik harus bisa menggunakan keahlian profesinya dengan tetap mempertahankan sikap independensi. Berbeda dengan profesi lainnya yang harus mentaati perintah atau keinginan pengguna jasa profesi karena imbalan yang diberikan, seorang akuntan publik justru harus independen dalam melaksanakan audit dan saat memberikan hasil laporan audit kepada klien meskipun ia dibayar oleh klien karena hasil laporan audit ini tidak hanya digunakan oleh klien tetapi juga oleh pengguna laporan keuangan auditan.
Independensi adalah suatu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (mulyadi, 2002). Independensi juga berarti bahwa auditor harus jujur dalam mempertimbangkan fakta sesuai dengan kenyataannya. Artinya bahwa apabila auditor menemukan adanya kecurangan dalam laporan keuangan klien maka auditor harus berani mengungkapkannya bebas dari tekanan klien atau pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan.
Carey dalam Mautz mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan. Independensi meliputi:
1.      Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
2.      Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1.      Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
2.      Independensi penampilan.
Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
3.      Independensi praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan independensi profesi (profession independence). Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
4.      Independensi profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
1.      Kode Etik Profesional
1.1.       Etika Profesional
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya. Pemahaman yang cukup dari seorang Akuntan tentang kode etik, akan menciptakan pribadi Akuntan yang profesional, kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup tentang kode etik, seorang Akuntan akan terkesan tidak elegan, bahkan akan menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari profesinya tersebut.
Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akifitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
1.2.       Permasalahan Etika
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.       Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.      Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a.       Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakanmemalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b.      Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumentersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yangsempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika.Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidakwajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapatmembuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebutbenar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c.       Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengajaterlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akandengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akanmemutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protesuntuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlumemberitahu.
1.3.       Kode Etik Profesi Auditor
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
a.       Tanggung jawab profesi 
Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b.      Kepentingan publik 
Auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan publik, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
c.       Integritas        
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
d.      Obyektifitas dan independensi
Seorang Certified Public Accountant (CPA) harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
e.       Kompetensi dan kehati-hatian profesional 
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
f.       Kerahasiaan 
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g.      Perilaku profesional 
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
h.      Standar teknis 
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.

2.      Independensi

Profesi akuntan publik adalah profesi yang unik karena dalam menjalankan tugas profesinya seorang akuntan publik harus bisa menggunakan keahlian profesinya dengan tetap mempertahankan sikap independensi. Berbeda dengan profesi lainnya yang harus mentaati perintah atau keinginan pengguna jasa profesi karena imbalan yang diberikan, seorang akuntan publik justru harus independen dalam melaksanakan audit dan saat memberikan hasil laporan audit kepada klien meskipun ia dibayar oleh klien karena hasil laporan audit ini tidak hanya digunakan oleh klien tetapi juga oleh pengguna laporan keuangan auditan.
Independensi adalah suatu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (mulyadi, 2002). Independensi juga berarti bahwa auditor harus jujur dalam mempertimbangkan fakta sesuai dengan kenyataannya. Artinya bahwa apabila auditor menemukan adanya kecurangan dalam laporan keuangan klien maka auditor harus berani mengungkapkannya bebas dari tekanan klien atau pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan.
Carey dalam Mautz mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan. Independensi meliputi:
1.      Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
2.      Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1.      Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
2.      Independensi penampilan.
Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
3.      Independensi praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan independensi profesi (profession independence). Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
4.      Independensi profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.