Jumat, 07 Desember 2012

mendeteksi manajemen laba


Manajemen laba biasanya diteliti dengan cara peneliti membentuk hipotesis dimana manajemen laba kemungkinan bisa muncul dan menguji kemungkinan tersebut dengan metode yang tepat. Berdasarkan riset-riset yang telah dilakukan, manajemen laba bisa dideteksi dengan metode sebagai berikut:
  1. Pilihan metode akuntansi dan timing
Pilihan atas metoda akuntansi disini diinterpretasikan secara luas, termasuk pilihan atas metoda akuntansi tertentu, seperti pilihan atas kapitalisasi untuk aset intangible atau tidak. Juga bagaimana mengaplikasikan metode tersebut. Timing juga memiliki dua dimensi,yaitu:
a.       Manajer memiliki diskresi terhadap waktu ketika sebuah peristiwa ditunjukkan dalam akuntansi. Contoh ketika ada piutang tidak tertagih atau penghapusan aset.
b.      Timing transaksi yang mempengaruhi laba yang dilaporkan. Contohnya pada akhir tahun finansial, proyek R&D atau biaya advertensi diakui sehingga biaya tersebut mempengaruhi laba pada periode berikutnya.
Pilihan metoda akuntansi pada riset yang telah dilakukan untuk menguji apakah perusahaan menggunakan income increasing atau income decreasing, penilaian sediaan dan pilihan metoda depresiasi, serta kapitalisasi atau expense terkait dengan intangible aset dan bunga (Watts dan Zimmerman, 1986, Fields et.a.2001). Studi ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mengkapitalisasi R&D akan terleverage lebih tinggi, biasanya perusahaan skalanya kecil, dengan tingkat laba yang rendah serta dekat pada restriksi dividen daripada perusahaan yang memilih untuk menggunkaan expense (Raley, Vigeland, 1993 dan Abbody dan Lev, 1998). Hal ini mendukung bahwa perusahaan memilih kapitalisasi dengan tujuan untuk kelihatan lebih kuat pada aspek finansial dan peningkatan pembayaran dividen. Teoh et.al (1998c) membandingkan pilihan metode depresiasi pada IPO yang dicocokkan dengan kelompok non IPO. Analisis menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan IPO yang memilih metode akuntansi mengaplikasikan metoda depresiasi yang lebih meningkatkan laba dari pada yang digunakan perusahaan yang non IPO. Teoh et.al. (1998c) juga menguji  dimensi timing dari trasaksi akuntansi ketika diuji untuk  penghapusan hutang yang bermasalah dalam perusahaan saat melakukan IPO. Mereka menemukan bukti bahwa perusahaan IPO rata-rata menghapuskan hutang bermasalah lebih sedikit daripada setelah IPO. Penelitian Beaty et.al (2002) menunjukkan bahwa bank publik cenderung untuk merealisasi keuntungan sekuritas lebih tinggi dan kerugian sekuritas yang lebih rendah untuk mentransfomasi penurunana yang lebih kecil untuk melaporkan peningkatan laba.
  1. Metode Akrual
Deteksi atas kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan secara umum diteliti melalui penggunaan akrual. Akrual, secara teknis, merupakan perbedaan antara kas dan laba. Akrual merupakan komponen utama pembentuk laba dan akrual disusun berdasarkan estimasi-estimasi tertentu. Misalnya saja biaya depresiasi, untuk mengetahui besarnya biaya ini kita harus mengetahui biayanya, umur manfaat (estimation), dan metode depresiasi yang digunakan. Nilai biaya memang sudah tetap (fixed) dan tidak bisa diubah-ubah namun umur manfaat dan metode depresiasi bisa diubah sesuai dengan kebijakan atau pertimbangan atau discretion managemen. Secara umum, akrual, yang merupakan produk akuntansi, dapat dianggap memiliki jumlah yang “relatif tetap” dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan aturan akuntansi terkait juga tidak mengalami perubahan. Perubahan akrual yang terjadi, oleh karenanya, dapat dianggap sebagai hal yang tidak normal (abnormal). Perubahan ini merupakan hasil penggunaan kebijakan (discretion) managemen yang berlebihan dan bila pada saat yang sama managemen juga memiliki insentif/motif untuk memanipulasi laba maka perubahaan akrual yang terjadi dianggap sebagai bentuk manipulasi laba yang dilakukan managemen.
Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
(i)      Nondiscretionary accruals
Bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau nondiscretionary accruals. Nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang terjadi seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan. Banyak dari model estimasi akrual nondiskresioner perusahaan  dari level akrual masa lalu perusahaan sebelum periode ketika tidak terdapat manajemen laba yang sistematik (Jones, 1991).
(ii)      Discretionary accruals
Bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang berasal dari earnings management yang dilakukan manajer. Akrual diskresioner tidak bisa diobservasi lansung dari laporan keuangan, maka hasus diestimasi melalui beberap model. Model tersebut membentuk ekspektasi pada level akrual non diskresioner dan jumlah deviasi yang diobservasi secara aktual, hal ini diasumsikan sebagai akrual nondiskresioner.Sehingga akrual diskresioner didefinisikan sebagai akrual melalui model yang digunakan. Apakah ini proksi yang bagus dan tepat atau tidak untuk manajemen laba atau tidak akan bergantung pada kemampuan model untuk dengan benar memprediksi bagaimana perubahan dan kondisi bisnis mempengaruhi akrual. Menurut Sulistyanto (2008:211) model pemisahan akrual menjadi kelolaan dan non kelolaan yang dibandingkan oleh Dencow, dkk adalah sebagai berikut:
                                          a.     The Healy Model (1985)
Pengujian Healy untuk manajemen laba dengan cara membandingkan rata-rata total akrual (dibagi total aktiva periode sebelumnya). Healy menganggap non discretionary accrual (NDA) tidak dapat diobservasi. Model untuk non discretionary accrual adalah sebagai berikut:
NDA=0   sehingga  TA=NDA
 


                                         b.     The De Angelo Model (1986)
NDAt = TAt -1
Model Angelo menguji manajemen laba dengan menghitung perbedaan awal dalam total akrual dan dengan asumsi bahwa perbedaan pertama tersebut diharapkan nol, yang berarti tidak ada manajemen laba. Model ini menggunakan total akrual periode terakhir (dibagi total aktiva periode sebelumnya) untuk mengukur non discretionary  accrual.


Keterangan:
NDAt                : estimasi non discretionary  accrual.
TAt -1  : total akrual diabgi total aktiva 1 tahun sebelum tahun t.
                                          c.     Modified De Angelo Model oleh Friedlan (1994)
Friedlan (1994) menyatakan restriksi bahwa akrual nondiskresi stasioner antara kondisi bisnis yang berbeda. Friedlan mengasumsikan akrual nondiskresioner adalah proporsional pada aktivitas operasi yang diukur dengan sales (S). Manfaat utama dari model ini adalah tidak membutuhkan persyaratan akan ketersediaan data yang tinggi dibandingkan dengan model simpel (1) yang membiarkan level akrual diskresioner berfluktuasi antar periode yang berubah sesuai kondisi.
                                         d.     The Jones Model (1991)
Jones mengajukan model yang menolak asumsi bahwa non discretionary  accrual adalah konstan. Model ini mencoba mengontrol pengaruh perubahan keadaan ekonomi perusahaan pada non discretionary  accrual sebagai berikut:
NDAt =    
 




Keterangan:
∆ REVt       : revenue pada tahun t dikurangi revenue pada tahun t-1 dibagi total aktiva tahun t-1.
PPEt               : Gross property plan and equipment pada tahun t dibagi total akiva tahun t-1.
                                          e.     The Modified Jones Model
Earnings management sebagai variabel dependen diproksi dengan discretionary accruals dan dihitung dengan The Modified Jones Model. Model ini dianggap sebagai model yang paling numtbaik dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan dengan model lain serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et al., 1995; Sutrisno, 2002). Dan discreniori acccrual yang paling banyak digunakan dalam studi empiris. Model ini dibuat untuk mengeliminasi tendensi konjungtor yang terdapat dalam The Jones Model.
NDAt =    
 



Keterangan:
∆ RECt :Net receivable (piutang bersih) pada tahun t dikurangi piutang bersih pada tahun t-1 dibagi total aktiva tahun t-1.
                                           f.     The Adjusted Model (1991)
NDAt =
The adjusted model (Dechow dan Sloan,1991) mengasumsikan bahwa variasi determinasi dari non discretionary accrual adalah sama dalam jenis industri yang sama. non discretionary dari model ini diperoleh dengan:
NDAt =
 


                                          g.     Akrual Khusus (Beaver dan Engel,1996)
NDAt =
 


Keterangan:                          
COit         : Loan charge-off (pinjaman yang dihapus bukukan)
LOAN     : Loans outstunding (pinjaman yang beredar)
NPAit       : Non performing assets (aktiva produktif yang bermasalah) terdiiri dari aktiva produktif berdasarkan tingkatan kkolektibilitasnya yaitu:
a)      Dalam Perhatian Khusus (DPK)
b)      Kurang Lancar (KL)
c)      Diragukan (D)
d)     Macet (M)
∆NPAit+1  : Selisih nonperforming assets t+1 dengan nonperforming asset t.
Semua variabel dideflasi dengan nilai buku ekuitas ditambah cadangan kerugian pinjaman. Jadi perhitungan akrual kelolaan yaitu
DAit = TAit + NDAit
 


Keterangan:
TAit          : Total akrual (untuk yang model akrual khusus, total akrual dihitung berdasarkan total saldo penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP))
DAit         : Akrual kelolaan
NDAit      : Akrual non kelolaan
                                         h.     The Cross-Sectional Models
Baik model Jones cross-sectional dan model Jones modifikasi cross-sectional adalah sama dengan model Jones dan model Jones modifikasi, kecuali bahwa parameter model diestimasi dengan menggunakan data cross-sectional bukan data time  series.  Model cross-sectional dan time series berbeda asumsi. Model cross-sectional mengasumsikan bahwa korelasi antara akrual non kelolaan dan penentuan akrual, seperti perubahan dalam pendapatan dan PPE (bruto), ditentukan oleh kelompok industri dan situasi ekonomi sekarang sedangkan model time series mengasumsikan bahwa korelasi ditentukan oleh karakteristik spesifik perusahaan.