Senin, 03 Oktober 2011

Etika Profesional Auditors


1.      Kode Etik Profesional
1.1.       Etika Profesional
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya. Pemahaman yang cukup dari seorang Akuntan tentang kode etik, akan menciptakan pribadi Akuntan yang profesional, kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup tentang kode etik, seorang Akuntan akan terkesan tidak elegan, bahkan akan menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari profesinya tersebut.
Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akivitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
Suatu rumusan kode etik seharusnya merefleksikan standar moral universal.Standar moral universal tersebut menurut Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) meliputi :
a.       Trustworthiness (meliputi honesty, integrity, reliability, dan loyality)
b.      Respect (meliputi perlindungan dan perhatian atas hak azasi manusia)
c.       Responsibility (meliputi juga accountability)
d.      Fairness (meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan persamaan)
e.       Caring (meliputi misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu)
f.       Citizenship (meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan)
Selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :
a.       Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu daoat berperilaku secara etis.
b.      Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
c.       Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
d.      Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
e.       Kode etik merupakan sebuah pesan.
Profesional dalam melakukan pekerjaan untuk kepentingan publik (pihak yang membutuhkan) dibutuhkan etika mengenai profesi. Penyusunan etika profesional pada setiap profesi biasanya dilandasi kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi (Mulyadi dan Kanaka, 1999: 45).
Kode etik yang dapat mencapai sasaran yang diinginkan, kode etik tersebut harus memiliki empat komponen. Empat komponen tersebut meliputi:
(1)   Prinsip-prinsip, yaitu standar ideal daari perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminologi filosofis. Dalam dunia auditing, prinsip-prinsip tersebut meliputi: tanggungjawab, kepentingan masyarakat, integritas, obyektivitas dan independensi, kemahiran serta lingkup dan sifat jasa.
(2)   Peraturan perilaku, yakni standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus.
(3)   Interprestasi
(4)   Ketetapan etika yaitu penjelasan dan jawaban yang diterbitkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan peraturan perilaku yang terjadi.


1.2.       Permasalahan Etika (Dilema Etika)
Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus dibuat. Auditor, akuntan dan kalangan bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka. Contoh dilema etika:
·         Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru jika perusahaannya tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian, jelas merupakan contoh dilema etika karena pendapat seperti ini belum memuaskan.
·         Memutuskan apakah akan menegur supervisor yang telah lebih saji dalam material nilai pendapatan departemen untuk mendapatkan bonus yang lebih besar merupakan dilema etika yang sulit.
·         Melanjutkan bergabung di perusahaan dan memperlakukan pegawai dan pelanggan secara tidak jujur merupakan dilema moral.
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.       Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.      Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a.       Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b.      Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c.       Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberitahu.
Terdapat beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika. Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi perilaku tidak beretika:
·         Semua orang melakukannya
Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual produk rusak biasanya didasarkan pada rasionalisasi bahwa semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat diterima.
·         Jika itu legal, maka itu beretika
Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku legal adalah beretika sangat berhubungan dengan ketetapan hukum. Dengan filosofi ini tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan seseorang.
·         Kemugkinan ketahuan dan konsekuensinya
Filosofi ini bergantung pada evaluasi hasil temuan seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan hukuman (konsekuensi) pasa temuan tersebut.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan kerangka formal untuk membantu orang dalam memecahkan dilema etika. Tujuan kerangka ini adalah menentuan masalah-masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat dengan menggunakan norma orang yang bersangkutan. Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema etika:
·         Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
·         Mengidentifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
·         Menentukan dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema
·         Mengidentifikasi alternatif yang tersedia bagi orang yang harus memecahkan dilema
·         Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
·         Memutuskan tindakan yang tepat
1.3.       Kode Etik Profesi Auditor
Bagi praktik Akuntan di Indonesia kebutuhan akan etika dipenuhi oleh organisasi proesi yang berkaitan dengan hal tersebut yakni Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Historis kode etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah sebagai berikut:
(1)   Kongres tahun 1973: Penetapan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia.
(2)   Kongres tahun 1981 dan tahun 1986: Penyempurnaan kode etik, nama kode etik sebelum tahun 1986 adalah Kode etik IAI dan kongres tahun 1986 mengubah nama tersebut dengan Kode etik Akuntan Indonesia sampai sekarang.
(3)   Kongres tahun 1990 dan tahun 1994: Penyempurnaan kode etik.
Akuntan merupakan profesi yang keberadannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya, akuntan harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan karakter. Penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan untuk menjadi profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.
Etika profesi akuntan di Indonesia dikodifikasikan dalam bentuk kode etik, yang mana struktur kode etik ini meliputi prinsip etika, aturan etika, dan interpretasi aturan etika. Struktur yang demikian itu setidaknya memberikan gambaran akan kebutuhan minimal bagi profesi akuntan untuk memberi jasa yang efektif kepada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut Brooks (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan bahwa dalam suatu pedoman akuntan yang dibuat seharusnya berisi beberapa poin pokok. Beberapa poin pokok tersebut adalah :
1.      Spesifikasi alasan aturan-aturan umum yang berhubungan dengan :
a.       Kompetensi teknis
b.      Kehati-hatian
c.       Objektifitas
d.      Integritas
2.      Memberikan respon
a.         Untuk berperilaku memenuhi kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat
b.      Untuk memecahkan konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan, dan antara pihak yang berkepentingan dan akuntan
3.      Memberikan dukungan atau perlindungan bagi akuntan yang akan “melakukan sesuatu dengan benar” (misalnya dengan kode dan laporan masalah etisnya)
4.      Menspesifikasikan sanksi secara jelas hingga konsekuensi dari kesalahan akan dipahami.
Komposisi Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan di Jakarta pada tahun 1998 terdiri dari:
1.      Prinsip Etika
Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. Pelaksanan dari prinsip etika tidak dapat dipaksakan.
2.      Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang bersangkutan. Aturan etika merupakan standar minimum yang telah diterima dan dapat dipaksakan dalam pelaksanaannya.
3.      Interpretasi Akuntan Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam penerapan aturan etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.



Kerangka Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
IAI PUSAT
PRINSIP ETIKA
1.      Tanggungjawab Profesi
2.      Kepentingan Umum (Publik)
3.      Integritas
4.      Objektivitas
5.      Kempetesi dan Kehati-hatian Profesional
6.      Kerahasiaan
7.      Perilaku Profesional

Prinsip-Prinsip Etika
Kode Etik Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut:
1.      Tanggungjawab Profesi
Dalam melaksankan tanggungjawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangn moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota memiliki peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota memiliki tanggungjawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara keprcayaan masyarakat, dan menjalankan tanggungjawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.      Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri dari suatu profesi adalah penerimaan tanggungjawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang sangat penting di masyarakat, di mana publik dan profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggugjawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
Dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, objektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semua dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan prinsip etika profesi ini.
Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Tanggungjawab seorang akuntan tidak semat-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya:
a.       Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal
b.      Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi.
c.       Auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baim untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
d.      Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak
e.       Konsultan manajemen mempunyai tanggungjawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
3.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang yang berintegritas lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.
4.      Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemnennya di industri, pendidikan, dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Adapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan objektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a.       Adakalanya anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu objektivitasnya.
b.      Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak objektivitas anggota.
c.       Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka atau pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas harus dihindari.
d.      Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas.
e.       Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi yang dapat membuat posisi profesi mereka ternoda.
5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesi
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta memiliki kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkay yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa aprofesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggungjawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggungjawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah, yaitu:
a.       Pencapaian kompetensi profesional
Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek-subjek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b.      Pemeliharaan kompetensi profesional
·         Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan.
·         Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, auditing, peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
·         Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
Kompetensi menunjukkan terdapat pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggungjawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggungjawab yang harus dipenuhi.
Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggungjawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung pengertian pemenuhan tanggungjawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna, dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggungjawabnya.
6.      Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapnya. Anggota memiliki kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkap informasi. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlibat menggunakan informasi untuk kepentingan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. Anggota yang memiliki akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggungjawab anggota berdasarkan standar profesional.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan:
a.       Apabila pengungkapan diizinkan.
Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jas, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b.      Pengungkapan diharuskan oleh hukum.
Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia:
·         Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum.
·         Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.
c.       Ketika ada kewajiban atau hak profesional untu mengungkapkan:
·         Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika, pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini.
·         Untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan.
·         Untuk menaati penelaahan mutu (penelaahan sejawat) IAI atau badan profesional lainnya.
·         Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.
7.      Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota memiliki kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Aturan Etika-Kompartemen Akuntan Publik
Aturan etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staff profesional (baik anggota IAI-KAP maupun bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada suatu Kantor Akuntan Publik (KAP). Rekan pimpinan KAP bertanggungjawab atas ditaatinya aturan etika oleh anggota KAP.
Isi Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik:
1.      Independensi, Integritas, dan Objektivitas
1.1.   Independensi
Dalam menjalankan tugasnya KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang telah ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen harus tersebut meliputi independen dalam kata (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
1.2.   Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya, KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya dan mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
2.      Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
2.1.   Standar Umum
Anggota KAP harus memenuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI.
o   Kompetensi Profesional
Anggota IAI hanya boleh memberikan jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
o   Kecermatan dan Keseksamaan Profesional
Anggota KAP waib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
o   Perencanaan dan Supervisi
Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secar memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
o   Data Relevan yang Memadai
Anggota KAP wajib memperoleh jasa relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
2.2.   Kepatuhan Terhadap Standar
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib memenuhi standar yang ditetapkan oleh IAI.
2.3.   Prinsip-Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan:
1)      Menyatakan pendapat atau memberikan penegasn bahwa laporan keuangan atau data lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2)      Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
Apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut di atas. Dalam kondisi tersebut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
3.      Tanggungjawab Kepada Klien
3.1.   Informasi Klien yang Rahasiai klien. Ketentuan
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan tidak dimaksudkan untuk:
1)      Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi.
2)      Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
3)      Melarang review praktik profesinal (review mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI.
4)      Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakkan disiplin anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan atas review di atas tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakkan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butit (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
3.2.   Fee Profesional
·         Besaran Fee
Besarnya fee anggota dapat bervariasi antara lain tergantung pada risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
·         Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur, atau dalam hal perpajakan jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi.
4.      Tanggungjawab Kepada Rekan Seprofesi
4.1.   Tanggungjawab Kepada Rekan Seprofesi
Anggota wajib memelihara citra profesi dengan tidak melakukan perkatakan da perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
4.2.   Komunikasi Antar Akuntan Publik
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu apabila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau unuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
4.3.   Perikatan Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dulu ditunjuk klien kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
5.      Tanggungjawab dan Praktik Lain
5.1.   Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
5.2.   Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaranndan kegiatan pemasaran lain sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

5.3.   Komisi dan Fee Federal
1)      Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperoleh penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
2)      Fee Federal (Rujukan)
Fee federal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee federal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
5.4.   Bentuk Organisasi dan Nama KAP
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkana oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
1.4.       Nilai-Nilai dan Karakter yang Berhubungan dengan Etika
Daftar prinsip-prinsip berikut ini berhubungan dengan karakteristik dan nilai-nilai yang sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis sebagaimana disebutkan Arens dan Loebbecke (dalam Amir Abadi Jusuf):
·         Kejujuran
Bersikap benar, tulus, jernih, langsung, hati terbuka, suci tidak menipu, tidak mencuri, tidak berbohong, tidak memperdayai, dan tidak melenceng.
·         Integritas
Bersikap berprinsip, terhormat, adil, dan bertindak dengan dorongan penuh; tidak bermuka dua, atau bertindak dengan menuruti hawa nafsunya, atau membenarkan satu filosofi tanpa memperhatikan prinsipnya.
·         Mematuhi Janji
Bersikap penuh kepercayaan, memenuhi janji, mematuhi komitmen, berpegang pada surat perjanjian; tidak menginterpretasikan perjanjian secara tidak masuk akal baik dalam hal teknis maupun masalahnya dalamrangka merasionalkan tindakan-tindakan yang menyimpang.

·         Loyalitas
Bersikap jujur, dan loyal kepada keluarga, teman, atasan, klien, dan negara; tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi rahasia, dalam konteks profesional harus menjaga kemampuan membuiat pertimbangan profesional dengan berusaha menghindari pengaruh buruk dan konflik kepentingan.
·         Keadilan
Bersikap adil dan pikiran terbuka, berniat menghapus kekeliruan dan kalau memang diperlukan mau mengubah pendirian, menunjukkan komitmen terhadap keadilan, berlaku sama terhadap orang lain, menerima dan bertoleransi terhadap perbedaan, tidak memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
·         Kepedulian kepada orang lain
Bersikap peduli, baik hati, dan berbelas kasihan, berbagi rasa, bersikap memberi, bersikap melayani orang lain, memberi pertolongan jika dibutuhkan dan tidak merugikan orang lain.
·         Menghargai orang lain
Menunjukkan penghargaan atas kemuliaan manusia, personalitas, dan hak setiap orang, bersikap ramah dan wajar, memberikan informasi yang dibutuhkan orang lain untuk membuat keputusannya sendiri, tidak merintangi orang lain.
·         Menjadi warga yang bertanggungjawab
Menaati hukum, jika hukum tidak adil melakukan protes secara terbuka; melaksanakan semua hak-hak dan tanggungjawab demokrasi melalui partisipasi (pemungutan suara dan pengungkapan pendapat), kesadaran sosial dan pelayanan masyarakat; jika berada dalm posisi memimpin atau memiliki otoritas memakai proses demokrasi secara terbuka dalam pengambilan keputusan; menghindari penyembunyian informasi jika tidak diperlukan, dan menjamin bahwa setiap orang mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat pilihan yang tepat dan melaksanakan hak-hak mereka.
·         Mencapai yang terbaik
Berupaya mencapai yang terbaik dalam setiap hal, dalam memenuhi tanggungjawab perorangan dan profesional, bersikap rajin, masuk akal, dan bertanggungjawab, melaksanakan seluruh tugas sesuai kemampuan terbaik, mengembangkan dan memelihara tingkat kompetensi yang tinggi, memberi dan menerima informasi dengan baik, tidak melakukan hal-hal yang tidak berharga, tidak selalu memperhitungkan biaya.
·         Ketanggunggugatan
Bersikap bertanggungjawab, menerima tanggungjawab pengambilan keputusan, memahami lebih dulu konsekuensi tindakan, dan dalam memberikan contoh kepada orang lain. Orang tua, guru, atasan, para profesional dan pegawai negeri mempunyai kewajiban khusus untuk memberikan contoh, untuk melindungi, dan meningkatkan integritas dan reputasi keluarga, perusahaan, profesi, dan pemerintah, secara etis, individu akan menghindari hasil kerja yang tidak memadai, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perilaku yang tidak memadai.
1.5.       Kebutuhan Khusus Berperilaku Beretika Dalam Profesi
Masyarakat telah memberi arti khusus pada istilah profesional. Mereka diharapkan untuk bertindak pada tingkat yag lebih tinggi daripada kebanyakan anggota masyarakat. Istilah profesional berarti tanggungjawab untuk berperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi tanggungjawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat. Sebagai profesional, akuntan publik mengakui tanggungjawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi untuk berperilaku yang terhormat sekalipun ini berarti pengorbanan pribadi.
Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Bagi kauntan publik, sangat penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas audit dan jasa lainnya. Sebagian pemakai tidak memiliki kompetensi dan waktu untuk melakukan evaluasi. Kepercayaan masyarakat tehadap kualitas jasa profesional meningkat jika profesi menunjukkan standar kerja dan perilaku yang tinggi.
Peningkatan persaingan membuat para akuntan publik dan profesi lain menjadi lebih sulit untuk berperilaku secara profesional. Meningkatnya persaingan membuat banyak kantor akuntan lebih berkepentingan untuk mempertahankan klien dan laba yang besar. Peningkatan persaingan juga menyebabkan banyak kantor akuntan menerapkan falsafah dan praktik yang sering disebut sebagai praktik bisnis yang disepurnakan. Hal ini meliputi penyempurnaan praktik penerimaan tenaga kerja dan personalia, manajemen kantor yang lebih baik, dan iklan yang lebih efektif.
1.6.       Cara Akuntan Publik Mewujudkan Perilaku Profesional
Gambar di atas memperlihatkan bahwa dalam berperilaku, seorang akuntan publik dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntan publik umumnya berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk membuat seorang akuntan publik bersikap profesional.

0 comments:

Posting Komentar

tolong diisi yha . .