1.
Kode
Etik Profesional
1.1.
Etika
Profesional
Etika secara harfiah bermakna
pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi
kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik
atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk
dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian muncul
untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional
ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain,
Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau
batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya. Pemahaman yang
cukup dari seorang Akuntan tentang kode etik, akan menciptakan pribadi Akuntan
yang profesional, kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup
tentang kode etik, seorang Akuntan akan terkesan tidak elegan, bahkan akan
menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari profesinya tersebut.
Fenomena akan keberadaan kode
etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini
terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha
yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akivitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat
kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode
etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari
standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi.
Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi
dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai
petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi
tertentu.
Suatu rumusan kode etik seharusnya merefleksikan standar moral universal.Standar moral universal tersebut
menurut Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) meliputi :
a. Trustworthiness (meliputi honesty,
integrity, reliability, dan loyality)
b. Respect (meliputi perlindungan dan
perhatian atas hak azasi manusia)
c. Responsibility (meliputi juga accountability)
d. Fairness (meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan
persamaan)
e. Caring (meliputi misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan
dan tidak perlu)
f. Citizenship (meliputi penghormatan atas hukum
dan perlindungan lingkungan)
Selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah
(Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :
a. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional
sehingga individu-individu daoat berperilaku secara etis.
b. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu
mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam
setiap keputusan bisnisnya.
c. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai
sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
d. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan
moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi
bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam
memasuki budaya tersebut.
e. Kode etik merupakan sebuah pesan.
Profesional dalam melakukan
pekerjaan untuk kepentingan publik (pihak yang membutuhkan) dibutuhkan etika
mengenai profesi. Penyusunan etika profesional pada setiap profesi biasanya
dilandasi kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa yang diserahkan oleh profesi (Mulyadi dan Kanaka, 1999: 45).
Kode etik yang dapat mencapai
sasaran yang diinginkan, kode etik tersebut harus memiliki empat komponen.
Empat komponen tersebut meliputi:
(1) Prinsip-prinsip, yaitu standar ideal
daari perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminologi filosofis. Dalam dunia
auditing, prinsip-prinsip tersebut meliputi: tanggungjawab, kepentingan
masyarakat, integritas, obyektivitas dan independensi, kemahiran serta lingkup
dan sifat jasa.
(2) Peraturan perilaku, yakni standar
minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus.
(3) Interprestasi
(4) Ketetapan etika yaitu penjelasan dan
jawaban yang diterbitkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan peraturan perilaku
yang terjadi.
1.2. Permasalahan Etika (Dilema Etika)
Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi seseorang
dimana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus dibuat. Auditor, akuntan
dan kalangan bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis
mereka. Contoh dilema etika:
·
Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari
auditor baru jika perusahaannya tidak memperoleh pendapat wajar tanpa
pengecualian, jelas merupakan contoh dilema etika karena pendapat seperti ini
belum memuaskan.
·
Memutuskan apakah akan menegur supervisor yang telah
lebih saji dalam material nilai pendapatan departemen untuk mendapatkan bonus
yang lebih besar merupakan dilema etika yang sulit.
·
Melanjutkan bergabung di perusahaan dan memperlakukan
pegawai dan pelanggan secara tidak jujur merupakan dilema moral.
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.
Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat
pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara
(bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka.
Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan
dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.
Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis
untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara.
Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian
tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin
diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang
bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai
berikut:
a.
Setiap orang juga melakukan hal
(tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam
ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya
bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan
berpendapat bahwa orang lain pun melakukan
tindakan yang sama.
b.
Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti
perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna
harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya,
seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya
kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan
bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c.
Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan
diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak
etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang
secara tidak sengaja terlalu besar menulis
harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika
jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli
protes untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan
tidak protes maka penjual tidak perlu memberitahu.
Terdapat beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus
berhati-hati untuk menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak
beretika. Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi
perilaku tidak beretika:
·
Semua orang melakukannya
Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan pajak,
menyontek dalam ujian, atau menjual produk rusak biasanya didasarkan pada
rasionalisasi bahwa semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat
diterima.
·
Jika itu legal, maka itu beretika
Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku legal
adalah beretika sangat berhubungan dengan ketetapan hukum. Dengan filosofi ini
tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan seseorang.
·
Kemugkinan ketahuan dan konsekuensinya
Filosofi ini bergantung pada evaluasi hasil temuan
seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan hukuman (konsekuensi) pasa temuan
tersebut.
Akhir-akhir
ini telah dikembangkan kerangka formal untuk membantu orang dalam memecahkan
dilema etika. Tujuan kerangka ini adalah menentuan masalah-masalah etika dan
menetapkan tindakan yang tepat dengan menggunakan norma orang yang
bersangkutan. Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan
sederhana untuk memecahkan dilema etika:
·
Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
·
Mengidentifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang
ada
·
Menentukan dan bagaimana orang atau kelompok yang
dipengaruhi oleh dilema
·
Mengidentifikasi alternatif yang tersedia bagi orang
yang harus memecahkan dilema
·
Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari
setiap alternatif
·
Memutuskan tindakan yang tepat
1.3. Kode Etik Profesi Auditor
Bagi praktik Akuntan
di Indonesia kebutuhan akan etika dipenuhi oleh organisasi proesi
yang berkaitan dengan hal tersebut yakni Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Historis kode etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah sebagai berikut:
(1) Kongres tahun 1973: Penetapan kode
etik bagi profesi akuntan di Indonesia.
(2) Kongres tahun 1981 dan tahun 1986:
Penyempurnaan kode etik, nama kode etik sebelum tahun 1986 adalah Kode etik IAI
dan kongres tahun 1986 mengubah nama tersebut dengan Kode etik Akuntan
Indonesia sampai sekarang.
(3) Kongres tahun 1990 dan tahun 1994:
Penyempurnaan kode etik.
Akuntan merupakan profesi yang keberadannya sangat tergantung pada
kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari
profesionalismenya, akuntan harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan
karakter. Penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan
untuk menjadi profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya
etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.
Etika profesi akuntan di Indonesia dikodifikasikan dalam bentuk kode etik,
yang mana struktur kode etik ini meliputi prinsip etika, aturan etika, dan
interpretasi aturan etika. Struktur yang demikian itu setidaknya memberikan
gambaran akan kebutuhan minimal bagi profesi akuntan untuk memberi jasa yang
efektif kepada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut Brooks (dalam Ludigdo,
2007) menyebutkan bahwa dalam suatu pedoman akuntan yang dibuat seharusnya berisi
beberapa poin pokok. Beberapa poin pokok tersebut adalah :
1. Spesifikasi alasan aturan-aturan umum yang berhubungan dengan :
a. Kompetensi teknis
b. Kehati-hatian
c. Objektifitas
d. Integritas
2. Memberikan respon
a.
Untuk berperilaku memenuhi
kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat
b. Untuk memecahkan konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan, dan
antara pihak yang berkepentingan dan akuntan
3. Memberikan dukungan atau perlindungan bagi akuntan yang akan “melakukan
sesuatu dengan benar” (misalnya dengan kode dan laporan masalah etisnya)
4. Menspesifikasikan sanksi secara jelas hingga konsekuensi dari kesalahan
akan dipahami.
Komposisi Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia
Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan
Akuntan di Jakarta pada tahun 1998 terdiri dari:
1. Prinsip
Etika
Prinsip etika memberikan kerangka
dasar bagi Aturan Etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota. Pelaksanan dari prinsip etika tidak dapat dipaksakan.
2. Aturan
Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang bersangkutan. Aturan
etika merupakan standar minimum yang telah diterima dan dapat dipaksakan dalam
pelaksanaannya.
3. Interpretasi
Akuntan Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya sebagai panduan dalam penerapan aturan etika tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Kerangka Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia
IAI PUSAT
|
PRINSIP
ETIKA
|
1. Tanggungjawab
Profesi
2. Kepentingan
Umum (Publik)
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kempetesi
dan Kehati-hatian Profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku
Profesional
|
Kode Etik
Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut:
1. Tanggungjawab
Profesi
Dalam melaksankan tanggungjawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangn
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai
profesional, anggota memiliki peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peran tersebut, anggota memiliki tanggungjawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
keprcayaan masyarakat, dan menjalankan tanggungjawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan
Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggungjawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang
sangat penting di masyarakat, di mana publik dan profesi akuntan yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggugjawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Profesi akuntan dapat tetap berada
pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang
unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang
teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa
akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi
sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut.
Dalam memenuhi tanggungjawab
profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan
dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota
harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila
anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa
terlayani dengan sebaik-baiknya.
Mereka yang memperoleh pelayanan
dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan
integritas, objektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk
melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas,
mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semua
dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan prinsip etika
profesi ini.
Semua anggota mengikat dirinya
untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Tanggungjawab seorang akuntan tidak
semat-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam
melaksanakan tugasnya, seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang
dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya:
a. Auditor
independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan
yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan
kepada pemegang saham untuk memperoleh modal
b. Eksekutif
keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan
memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber
daya organisasi.
c. Auditor
intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baim
untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak
luar.
d. Ahli
pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil
dari sistem pajak
e. Konsultan
manajemen mempunyai tanggungjawab terhadap kepentingan umum dalam membantu
pembuatan keputusan manajemen yang baik.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter
yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan
oleh kepentingan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas diukur dalam bentuk apa
yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus
atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji
keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa
yang seorang yang berintegritas lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas
dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa
standar teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti
prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga
objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas
jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas
dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai
situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemnennya di industri, pendidikan, dan pemerintahan.
Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi.
Adapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara objektivitas.
Dalam menghadapi situasi dan praktik
yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan
objektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor
berikut:
a. Adakalanya
anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan mereka menerima
tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu
objektivitasnya.
b. Adalah
tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana
tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
objektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan
yang memungkinkan prasangka atau pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas
harus dihindari.
d. Anggota
memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam
pemberian jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas.
e. Anggota
tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya
dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional
mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus
menghindari situasi yang dapat membuat posisi profesi mereka ternoda.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesi
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta
memiliki kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkay yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi
kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional
mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan
kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan jasa aprofesional dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggungjawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya
memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Dalam semua
penugasan dan dalam semua tanggungjawabnya, setiap anggota harus melakukan
upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas
jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua
fase yang terpisah, yaitu:
a. Pencapaian
kompetensi profesional
Pencapaian kompetensi profesional
pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh
pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek-subjek yang
relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang
normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan
kompetensi profesional
·
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga
melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara
berkesinambungan.
·
Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan
kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, auditing,
peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
·
Anggota harus menerapkan suatu program
yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa
profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
Kompetensi
menunjukkan terdapat pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggungjawab
untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan,
pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggungjawab yang
harus dipenuhi.
Anggota
harus tekun dalam memenuhi tanggungjawabnya kepada penerima jasa dan publik.
Ketekunan mengandung pengertian pemenuhan tanggungjawab untuk memberikan jasa
dengan segera dan berhati-hati, sempurna, dan mematuhi standar teknis dan etika
yang berlaku. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan
dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi
tanggungjawabnya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapnya.
Anggota memiliki kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang
klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional antara anggota
dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota
kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal
atau profesional untuk mengungkap informasi. Anggota memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa staf di bawah pengawannya dan orang-orang yang diminta nasihat
dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata
masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh
informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlibat menggunakan
informasi untuk kepentingan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. Anggota yang
memiliki akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh
mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat
pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized
disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan
informasi dengan tujuan memenuhi tanggungjawab anggota berdasarkan standar
profesional.
Kepentingan umum dan profesi
menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Berikut ini adalah
contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana
informasi rahasia dapat diungkapkan:
a. Apabila
pengungkapan diizinkan.
Jika persetujuan untuk
mengungkapkan diberikan oleh penerima jas, kepentingan semua pihak termasuk
pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan
diharuskan oleh hukum.
Beberapa contoh di mana anggota
diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia:
·
Untuk menghasilkan dokumen atau
memberikan bukti dalam proses hukum.
·
Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran
hukum kepada publik.
c. Ketika
ada kewajiban atau hak profesional untu mengungkapkan:
·
Untuk mematuhi standar teknis dan aturan
etika, pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini.
·
Untuk melindungi kepentingan profesional
anggota dalam sidang pengadilan.
·
Untuk menaati penelaahan mutu
(penelaahan sejawat) IAI atau badan profesional lainnya.
·
Untuk menanggapi permintaan atau
investigasi oleh IAI atau badan pengatur.
7. Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggungjawabnya
kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar profesional yang relevan. Sesuai
dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota memiliki kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan standar
profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia, International
Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan
yang relevan.
Aturan Etika-Kompartemen Akuntan
Publik
Aturan
etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staff profesional (baik anggota IAI-KAP maupun
bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Rekan pimpinan KAP bertanggungjawab atas ditaatinya aturan etika oleh anggota
KAP.
Isi Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik:
1. Independensi,
Integritas, dan Objektivitas
1.1. Independensi
Dalam menjalankan tugasnya KAP
harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa
profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang
telah ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen harus tersebut meliputi
independen dalam kata (in fact)
maupun dalam penampilan (in appearance).
1.2. Integritas
dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya, KAP
harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest)
dan tidak boleh membiarkan salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya dan mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
2. Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi
2.1. Standar
Umum
Anggota KAP harus memenuhi standar
berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan
pengatur standar yang ditetapkan IAI.
o
Kompetensi Profesional
Anggota
IAI hanya boleh memberikan jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat
diselesaikan dengan kompetensi profesional.
o
Kecermatan dan Keseksamaan Profesional
Anggota KAP waib melakukan
pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
o
Perencanaan dan Supervisi
Anggota KAP wajib merencanakan dan
mensupervisi secar memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
o
Data Relevan yang Memadai
Anggota KAP wajib memperoleh jasa
relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau
rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
2.2. Kepatuhan
Terhadap Standar
Anggota KAP yang melaksanakan
penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen,
perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib memenuhi standar yang
ditetapkan oleh IAI.
2.3. Prinsip-Prinsip
Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan:
1) Menyatakan
pendapat atau memberikan penegasn bahwa laporan keuangan atau data lain suatu
entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2) Menyatakan
bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan
terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku.
Apabila
laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan
atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI. Dalam keadaan luar biasa,
laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut di atas. Dalam
kondisi tersebut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini
selama KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila
tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan
dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan prinsip
akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
3. Tanggungjawab
Kepada Klien
3.1. Informasi
Klien yang Rahasiai klien. Ketentuan
Anggota KAP tidak diperkenankan
mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien.
Ketentuan tidak dimaksudkan untuk:
1) Membebaskan
anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan
terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi.
2) Mempengaruhi
kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat
pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang
berlaku.
3) Melarang
review praktik profesinal (review mutu) seorang anggota sesuai dengan
kewenangan IAI.
4) Menghalangi
anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas
penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka
penegakkan disiplin anggota.
Anggota
yang terlibat dalam penyidikan atas review di atas tidak boleh memanfaatkannya
untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang
harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini
tidak boleh membatasi anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan
proses penyidikan atau penegakkan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam
butit (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah
disebutkan dalam butir (3) di atas.
3.2. Fee
Profesional
·
Besaran Fee
Besarnya fee anggota dapat
bervariasi antara lain tergantung pada risiko penugasan, kompleksitas jasa yang
diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut,
struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee
yang dapat merusak citra profesi.
·
Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang
ditetapkan untuk pelaksanan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan
dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee
tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak
kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur, atau dalam hal
perpajakan jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan
badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen
apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi.
4. Tanggungjawab
Kepada Rekan Seprofesi
4.1. Tanggungjawab
Kepada Rekan Seprofesi
Anggota wajib memelihara citra
profesi dengan tidak melakukan perkatakan da perbuatan yang dapat merusak
reputasi rekan seprofesi.
4.2. Komunikasi
Antar Akuntan Publik
Anggota wajib berkomunikasi
tertulis dengan akuntan publik pendahulu apabila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan
publik pendahulu atau unuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain
dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu
wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti
secara memadai.
4.3. Perikatan
Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan
mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan
perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dulu ditunjuk klien kecuali
apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan
perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
5. Tanggungjawab
dan Praktik Lain
5.1. Perbuatan
dan Perkataan yang Mendiskreditkan
Anggota tidak diperkenankan
melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
5.2. Iklan,
Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam menjalankan praktik
akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan
promosi pemasaranndan kegiatan pemasaran lain sepanjang tidak merendahkan citra
profesi.
5.3. Komisi
dan Fee Federal
1) Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk
uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari
klien/pihak lain untuk memperoleh penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP
tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila
pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
2) Fee Federal
(Rujukan)
Fee
federal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima
kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee federal
(rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
5.4. Bentuk
Organisasi dan Nama KAP
Anggota hanya dapat berpraktik
akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkana oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan
citra profesi.
1.4. Nilai-Nilai dan Karakter yang Berhubungan dengan Etika
Daftar prinsip-prinsip berikut ini berhubungan dengan karakteristik dan
nilai-nilai yang sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis sebagaimana
disebutkan Arens dan Loebbecke (dalam Amir Abadi Jusuf):
·
Kejujuran
Bersikap benar, tulus, jernih, langsung, hati terbuka, suci tidak menipu,
tidak mencuri, tidak berbohong, tidak memperdayai, dan tidak melenceng.
·
Integritas
Bersikap berprinsip, terhormat, adil, dan bertindak dengan dorongan penuh;
tidak bermuka dua, atau bertindak dengan menuruti hawa nafsunya, atau
membenarkan satu filosofi tanpa memperhatikan prinsipnya.
·
Mematuhi Janji
Bersikap penuh kepercayaan, memenuhi janji, mematuhi komitmen, berpegang
pada surat perjanjian; tidak menginterpretasikan perjanjian secara tidak masuk
akal baik dalam hal teknis maupun masalahnya dalamrangka merasionalkan
tindakan-tindakan yang menyimpang.
·
Loyalitas
Bersikap jujur, dan loyal kepada keluarga, teman, atasan, klien, dan
negara; tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi rahasia, dalam konteks
profesional harus menjaga kemampuan membuiat pertimbangan profesional dengan
berusaha menghindari pengaruh buruk dan konflik kepentingan.
·
Keadilan
Bersikap adil dan pikiran terbuka, berniat menghapus kekeliruan dan kalau
memang diperlukan mau mengubah pendirian, menunjukkan komitmen terhadap
keadilan, berlaku sama terhadap orang lain, menerima dan bertoleransi terhadap
perbedaan, tidak memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkan
keuntungan.
·
Kepedulian kepada orang lain
Bersikap peduli, baik hati, dan berbelas kasihan, berbagi rasa, bersikap
memberi, bersikap melayani orang lain, memberi pertolongan jika dibutuhkan dan
tidak merugikan orang lain.
·
Menghargai orang lain
Menunjukkan penghargaan atas kemuliaan manusia, personalitas, dan hak
setiap orang, bersikap ramah dan wajar, memberikan informasi yang dibutuhkan
orang lain untuk membuat keputusannya sendiri, tidak merintangi orang lain.
·
Menjadi warga yang bertanggungjawab
Menaati hukum, jika hukum tidak adil melakukan protes secara terbuka;
melaksanakan semua hak-hak dan tanggungjawab demokrasi melalui partisipasi
(pemungutan suara dan pengungkapan pendapat), kesadaran sosial dan pelayanan
masyarakat; jika berada dalm posisi memimpin atau memiliki otoritas memakai
proses demokrasi secara terbuka dalam pengambilan keputusan; menghindari
penyembunyian informasi jika tidak diperlukan, dan menjamin bahwa setiap orang
mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat pilihan yang tepat dan
melaksanakan hak-hak mereka.
·
Mencapai yang terbaik
Berupaya mencapai yang terbaik dalam setiap hal, dalam memenuhi
tanggungjawab perorangan dan profesional, bersikap rajin, masuk akal, dan
bertanggungjawab, melaksanakan seluruh tugas sesuai kemampuan terbaik,
mengembangkan dan memelihara tingkat kompetensi yang tinggi, memberi dan
menerima informasi dengan baik, tidak melakukan hal-hal yang tidak berharga, tidak
selalu memperhitungkan biaya.
·
Ketanggunggugatan
Bersikap bertanggungjawab, menerima tanggungjawab pengambilan keputusan,
memahami lebih dulu konsekuensi tindakan, dan dalam memberikan contoh kepada
orang lain. Orang tua, guru, atasan, para profesional dan pegawai negeri
mempunyai kewajiban khusus untuk memberikan contoh, untuk melindungi, dan
meningkatkan integritas dan reputasi keluarga, perusahaan, profesi, dan
pemerintah, secara etis, individu akan menghindari hasil kerja yang tidak
memadai, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perilaku yang
tidak memadai.
1.5. Kebutuhan Khusus Berperilaku Beretika Dalam Profesi
Masyarakat telah memberi arti khusus pada istilah
profesional. Mereka diharapkan untuk bertindak pada tingkat yag lebih tinggi
daripada kebanyakan anggota masyarakat. Istilah profesional berarti
tanggungjawab untuk berperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi tanggungjawab
yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan
peraturan masyarakat. Sebagai profesional, akuntan publik mengakui
tanggungjawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan
seprofesi untuk berperilaku yang terhormat sekalipun ini berarti pengorbanan
pribadi.
Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku
profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan
publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang
dilakukan secara perorangan. Bagi kauntan publik, sangat penting untuk
meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas audit dan jasa
lainnya. Sebagian pemakai tidak memiliki kompetensi dan waktu untuk melakukan
evaluasi. Kepercayaan masyarakat tehadap kualitas jasa profesional meningkat
jika profesi menunjukkan standar kerja dan perilaku yang tinggi.
Peningkatan persaingan membuat para akuntan publik dan
profesi lain menjadi lebih sulit untuk berperilaku secara profesional.
Meningkatnya persaingan membuat banyak kantor akuntan lebih berkepentingan
untuk mempertahankan klien dan laba yang besar. Peningkatan persaingan juga menyebabkan
banyak kantor akuntan menerapkan falsafah dan praktik yang sering disebut
sebagai praktik bisnis yang disepurnakan. Hal ini meliputi penyempurnaan
praktik penerimaan tenaga kerja dan personalia, manajemen kantor yang lebih
baik, dan iklan yang lebih efektif.
1.6. Cara Akuntan Publik Mewujudkan Perilaku Profesional
Gambar di atas memperlihatkan bahwa
dalam berperilaku, seorang akuntan publik dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi akuntan publik umumnya berasal dari luar. Faktor-faktor
tersebut digunakan untuk membuat seorang akuntan publik bersikap profesional.
0 comments:
Posting Komentar
tolong diisi yha . .