Senin, 03 Oktober 2011

Independensi Auditor


1.      Independensi
2.1.       Definisi Independensi Akuntan Publik
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Carey dalam Mautz mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan. Independensi meliputi:
1.      Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
2.      Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1.      Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
2.      Independensi penampilan.
Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
3.      Independensi praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan independensi profesi (profession independence). Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
4.      Independensi profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
2.2.       Faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa klien berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
Independensi akuntan publik dapat terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976) dalam Supriyono (1988) independensi auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1.      Ikatan keuangan dan usaha dengan klien
2.      Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien
3.      Lamanya hubungan kantor akuntan publik dengan klien
Sedangkan menurut Shockley (1981) dalam Supriyono (1988) independensi akuntan publik dipengaruhi oleh faktor :
1.      Persaingan antar akuntan publik
2.      Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien
3.      Ukuran KAP
4.      Lamanya hubungan antara KAP dengan klien
Dari faktor–faktor yang mempengaruhi independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam penampilan.
2.3.       Integritas dan objektivitas
Kode etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa “Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya”. Secara lebih khusus untuk profesi akuntan publik, Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa seorang akuntan publik harus mempertahankan sikap independen. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu. Selanjutnya dinyatakan dalam Peraturan No. 1 bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melakukan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas ia akan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi.
Objektivitas berarti tidak memihak dalam melaksanakan semua jasa. Sebagai contoh, asumsikan seorang auditor yakin bahwa piutang usaha mungkin tak tertagih, tetapi kemudian menerima pendapat manajemen tanpa mengevaluasi kolektibilitas secara independen. Auditor telah mendelegasikan pertimbangannya dan karenanya kehilangan objektivitas. Sekarang misalkan seorang akuntan publik sedang menyiapkan SPT untuk sebuah klien, dan sebagai penasehat klien, menganjurkan klien itu untuk mengadakan pengurangan pada SPTnya yang menurutnya sah, dengan sejumlah pendukung tetapi tidak lengkap. Ini bukan merupakan pelanggaran baik atas objektivitas ataupun integritas karena dapat diterima seorang akuntan publik menjadi penasehat klien untuk perpajakan dan jasa manajemen. Jika akuntan publik ini menganjurkan klien untuk mengadakan pengurangan tanpa pendukung sama sekali, tetapi hanya karena sedikit kemungkinannya akan diketahui oleh kantor inspeksi pajak, maka berarti telah terjadi pelanggaran. Pelanggaran itu adalah salah pernyataan atas fakta sehingga integritas akuntan publik itu ternoda.
Bebas dari pertentangan kepentingan berarti tidak adanya hubungan yang dapat mengganggu objektivitas dan integritas. Misalnya, tidak layak bagi auditor, yang juga seorang pengacara, untuk membela klien dalam perkara pengadilan. Pengacara adalah pembela klien, sedangkan auditor harus bersikap tidak memihak.
Di Amerika Serikat terdapat aturan-aturan perilaku bagi anggota AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) yang berkaitan dengan standar teknis, yaitu Peraturan 201 sampai dengan 203.
Peraturan 201- Standar Umum. Setiap anggota harus menaati standar-standar berikut dan setiap interpretasinya yang dibuat oleh lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Dewan.
A. Kompetensi profesional. Hanya melaksanakan jasa-jasa profesional yang dirasa mampu diselesaikan oleh pegawai atau kantor akuntan publiknya dengan kompetensi profesional.
B. Kemahiran profesional. Mempergunakan kemahiran profesi dengan seksama dalam melaksanakan jasa profesional.
C. Perencanaan dan pengawasan. Merencanakan dengan cermat dan mengawasi pelaksanaan jasa profesional.
D. Data relevan yang mencukupi. Mendapatkan data relevan yang mencukupi guna mendapatkan dasar yang layak untuk membuat kesimpulan atau memberi rekomendasi dalam kaitan dengan jasa profesional yang dilakukan.

  Peraturan 202Ketaatan pada Standar. Seorang anggota yang melaksanakan audit, review, kompilasi, bantuan manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya harus taat pada standar yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang ditetapkan oleh Dewan.
  Peraturan 203 – Prinsip Akuntansi. Seorang anggota tidak dibenarkan (1) menyatakan pendapat atau menyetujui bahwa laporan keuangan dan data keuangan lain dari satuan usaha yang diauditnya disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau (2) menyatakan bahwa dia tidak mengetahui setiap modifikasi yang material yang telah dilakukan pada setiap laporan dan data dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip akuntan yang berlaku umum, jika laporan atau data demikian menyimpang dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan perumus yang ditunjuk oleh Dewan untuk menyusun prinsip yang mempunnyai dampak material terhadap keseluruhan laporan atau data. Akan tetapi, jika dia mampu menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut terdapat penyimpangan atas isi laporan atau data, yang dapat menyebabkan laporan keuangan tersebut dapat menyesatkan, dia harus menjelaskan di dalam laporannya mengenai penyimpangan tersebut, akibat yang akan menyertainya, dan sepanjang dianggap praktis, dan alasan-alasan mengapa terjadinya pernyataan yang menyesatkan jika tetap berpegang pada prinsip yang berlaku.
Di Indonesia terdapat aturan mengenai Kecakapan Profesional, pasal 2 dan Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) (a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis dan profesional yang relevan.
      (b) Jika seorang anggota memeprkerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanaan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan pada kode etik, dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli alin itu kepada kliennya.
(2)      Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat optimum dalam pelaksanaan tugasnya.
  (3)     Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya
Dalam Pernyataan Etika Profesi No. 2 tentang Kecakapan Etika Profesional dinyatakan:
 Anggota harus memperhatikan standars teknik profesi dan etika berupaya terus untuk meningkatkan kemampuan, kualitas pelayanan dan pelaksanaan tanggung jawab profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang baik.
1.      Kecakapan (due care) mengaharapkan anggota melaksanakan tanggung jawab profesional dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini memperlihatkan suatu kewajiban dalam pengadaan dan pelayanan yang profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang memperhatikan kepentingan utama dari setiap pelayanan/jasa yang diadakan dan kosisten dengan tanggung jawab profesi bagi masyarakat.
2.      Kemampuan atau kompetisi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman. Dimulai dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor independen. Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk mempelajari dan meningkatkan kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung jawab anggota. Dalam semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berusaha mencapai tingkat kemampuan yang menjamin bahwa kualitas pelayanan anggota telah sesuai dengan tingkat profesional yang dituntut oleh standar profesi.
3.      Kemampuan adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian dan pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan dengan cakap dan baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan anggota. Setiap anggota bertanggung jawab menilai kemampuan mereka, mengevaluasi apakah pendidikan, pengalaman dan pertimabangannya cukup untuk suatu bentuk tanggung jawab yang dimaksudkan.
4.      Semua anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap klien, pekerjaan dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat dan teliti secara keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai dan etika.
5.      Kecakapan Profesional meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan cukup aktivitas profesional untuk pertanggungjawaban mereka.
Pernyataan Etika Profesi No. 3: Pengungkapan Informasi Rahasia Klien, menyatakan:
a.       Yang dimaksud dengan dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara adalah:
·         Kewajiban anggota dalam mematuhi panggilan sidang atau tuntutan pengadilan.
·         Setiap anggota tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan review dari anggota lainnya yang berwenang atau ditunjuk oleh IAI dan instansi lainnya yang mempunyai otoritas untuk itu.
·         Setiap anggota tidak boleh menghindari atau menghalangi penyelidikan Dewan Pertimbangan Profesi terhadap ketuhanan-ketuhanan yang ada. 
b.       Anggota Dewan Pertimbangan Profesi atau Reviewer tidak boleh memanfaatkan atau mengungkapkan informasi klien kacuali atas tuntutan hukum atau pengadilan.
c.       Anggota yang mereview sehubungan dengan pembelian, penjualan atau merger dari seluruh atau bagian sebuah perusahaan harus melakukan pencegahan yang diperlukan (appropiate precautions).
Contoh: membuat Written Confidentially Agreement  (perjanjian tertulis untuk merahasiakan informasi yang diterima).
d.      Auditor boleh mengungkapkan nama-nama pemberi tugas kepada pihak lain tanpa meminta ijin dari pemberi tugas, kecuali bila pengungkapan nama tersebut mengungkapkan rahasia informasi atas pemberi tugas.
Contoh: Pengungkapan nama pemberi tugas yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
e.       Anggota yang menjadi auditor independen tidak boleh memberikan inside information kepada pihak lain mengenai pemberi tugas yang go public.
f.       Auditor terdahulu harus bersedia memperlihatkan audit working papers sebelumnya kepada auditor pengganti, berdasarkan permintaan pemberi tugas.
g.      Auditor independen dapat menggunakan jasa tenaga ahli lainnya, namun harus melakukan pencegahan untuk menjamin tidak adanya informasi rahasia pemberi tugas terungkap dalam menggunakan tenaga ahli lainnya tersebut.
h.       Auditor independen yang menarik diri dari penugasannya karena menemukan pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah harus memperhatikan aspek hukum atas status dan kewajibannya bial auditor penggantinya ingin mengetahui alasan penarikan diri auditor independen tersebut. Auditor independen tersebut juga dapat menganjurkan pada auditor independen penggantinya untuk meminta ijin kepada pemberi tugas untuk dapat mendiskusikan segala masalah yang ada pada pemberi tugas secara bebas antara auditor independen sebelumnya dengan penggantinya.
2.4.       Kasus yang Terkait dengan Independensi Auditor
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit 
perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam 
lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan 
tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan 
perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya 
terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik . Akan tetapi disisi lain, pemilik menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri.
Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik 
yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan 
didenda oleh Bapepam.  Kini kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik 
juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang 
menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan 
kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk. 
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam 
yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset 
hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang 
mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam 
membayar utang.
Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. 

4 comments:

Unknown mengatakan...

Boleh minta sumbernya darimana?

Unknown mengatakan...

terima kasih, ijin save

Unknown mengatakan...

mba boleh minta sumbernya darimana ?

hannah damia mengatakan...

terima kasih, sangat membantu saya untuk membuat makalah hihi

Posting Komentar

tolong diisi yha . .