1.
Independensi
2.1. Definisi Independensi Akuntan
Publik
Independensi berarti
sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain,
tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
Carey dalam Mautz mendefinisikan
independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan
pendapat akuntan atas laporan keuangan. Independensi meliputi:
1.
Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada
beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
2.
Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus
dalam hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan.
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik merupakan
dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan
salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1.
Independensi sikap mental
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di
dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan
yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
2.
Independensi penampilan.
Independensi penampilan berarti adanya kesan
masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik
harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan
kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat
terhadap independensi akuntan publik.
3.
Independensi praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap mental dan independensi
penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik juga meliputi
independensi praktisi (practitioner
independence) dan independensi profesi (profession
independence). Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi
secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak
dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan
laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu
independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi
pelaporan.
4.
Independensi profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan dengan kesan
masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
2.2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi independensi auditor
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa
klien berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini
yang baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan
kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah
kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
Independensi akuntan publik dapat
terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai
hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976) dalam Supriyono
(1988) independensi auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Ikatan keuangan
dan usaha dengan klien
2. Jasa-jasa lain
selain jasa audit yang diberikan klien
3. Lamanya
hubungan kantor akuntan publik dengan klien
Sedangkan menurut Shockley (1981)
dalam Supriyono (1988) independensi akuntan publik dipengaruhi oleh faktor :
1. Persaingan
antar akuntan publik
2. Pemberian
jasa konsultasi manajemen kepada klien
3. Ukuran KAP
4. Lamanya hubungan
antara KAP dengan klien
Dari faktor–faktor
yang mempengaruhi independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat
dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang
diberikan auditor selain audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor
yang mempengaruhi independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari
independensi dalam penampilan.
2.3.
Integritas
dan objektivitas
Kode etik Akuntan
Indonesia pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa “Setiap
anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan
tugasnya”. Secara lebih khusus untuk profesi akuntan publik, Kode Etik
Akuntan Indonesia pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa seorang akuntan publik harus
mempertahankan sikap independen. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang
bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa
tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu. Selanjutnya dinyatakan dalam
Peraturan No. 1 bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam melakukan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas ia akan
bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas ia
akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu
atau kepentingan pribadi.
Objektivitas berarti
tidak memihak dalam melaksanakan semua jasa. Sebagai contoh, asumsikan seorang
auditor yakin bahwa piutang usaha mungkin tak tertagih, tetapi kemudian
menerima pendapat manajemen tanpa mengevaluasi kolektibilitas secara
independen. Auditor telah mendelegasikan pertimbangannya dan karenanya
kehilangan objektivitas. Sekarang misalkan seorang akuntan publik sedang
menyiapkan SPT untuk sebuah klien, dan sebagai penasehat klien, menganjurkan
klien itu untuk mengadakan pengurangan pada SPTnya yang menurutnya sah, dengan
sejumlah pendukung tetapi tidak lengkap. Ini bukan merupakan pelanggaran baik
atas objektivitas ataupun integritas karena dapat diterima seorang akuntan
publik menjadi penasehat klien untuk perpajakan dan jasa manajemen. Jika
akuntan publik ini menganjurkan klien untuk mengadakan pengurangan tanpa
pendukung sama sekali, tetapi hanya karena sedikit kemungkinannya akan
diketahui oleh kantor inspeksi pajak, maka berarti telah terjadi pelanggaran.
Pelanggaran itu adalah salah pernyataan atas fakta sehingga integritas akuntan
publik itu ternoda.
Bebas dari pertentangan
kepentingan berarti tidak adanya hubungan yang dapat mengganggu objektivitas
dan integritas. Misalnya, tidak layak bagi auditor, yang juga seorang
pengacara, untuk membela klien dalam perkara pengadilan. Pengacara adalah
pembela klien, sedangkan auditor harus bersikap tidak memihak.
Di Amerika Serikat
terdapat aturan-aturan perilaku bagi anggota AICPA (American Institute of
Certified Public Accountants) yang berkaitan dengan standar teknis, yaitu
Peraturan 201 sampai dengan 203.
Peraturan 201- Standar
Umum. Setiap anggota harus menaati standar-standar
berikut dan setiap interpretasinya yang dibuat oleh lembaga-lembaga yang
ditunjuk oleh Dewan.
A. Kompetensi
profesional. Hanya melaksanakan jasa-jasa profesional yang dirasa mampu
diselesaikan oleh pegawai atau kantor akuntan publiknya dengan kompetensi
profesional.
B. Kemahiran
profesional. Mempergunakan kemahiran profesi dengan seksama dalam
melaksanakan jasa profesional.
C. Perencanaan
dan pengawasan. Merencanakan dengan cermat dan mengawasi pelaksanaan jasa
profesional.
D. Data
relevan yang mencukupi. Mendapatkan data relevan yang mencukupi guna
mendapatkan dasar yang layak untuk membuat kesimpulan atau memberi rekomendasi
dalam kaitan dengan jasa profesional yang dilakukan.
Peraturan 202 – Ketaatan pada Standar.
Seorang anggota yang melaksanakan audit, review, kompilasi, bantuan manajemen,
perpajakan atau jasa profesional lainnya harus taat pada standar yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang ditetapkan oleh Dewan.
Peraturan 203 – Prinsip Akuntansi.
Seorang anggota tidak dibenarkan (1) menyatakan pendapat atau menyetujui bahwa
laporan keuangan dan data keuangan lain dari satuan usaha yang diauditnya
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau (2) menyatakan
bahwa dia tidak mengetahui setiap modifikasi yang material yang telah dilakukan
pada setiap laporan dan data dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip akuntan yang
berlaku umum, jika laporan atau data demikian menyimpang dari prinsip akuntansi
yang ditetapkan oleh badan perumus yang ditunjuk oleh Dewan untuk menyusun
prinsip yang mempunnyai dampak material terhadap keseluruhan laporan atau data.
Akan tetapi, jika dia mampu menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut terdapat
penyimpangan atas isi laporan atau data, yang dapat menyebabkan laporan
keuangan tersebut dapat menyesatkan, dia harus menjelaskan di dalam laporannya
mengenai penyimpangan tersebut, akibat yang akan menyertainya, dan sepanjang
dianggap praktis, dan alasan-alasan mengapa terjadinya pernyataan yang
menyesatkan jika tetap berpegang pada prinsip yang berlaku.
Di Indonesia terdapat
aturan mengenai Kecakapan Profesional, pasal 2 dan Pasal 3 yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) (a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya
sesuai dengan standar teknis dan profesional yang relevan.
(b) Jika
seorang anggota memeprkerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanaan tugas
profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan pada
kode etik, dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara
keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika
ia memilih ahli lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli alin
itu kepada kliennya.
(2)
Setiap anggota harus meningkatkan
kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat optimum dalam
pelaksanaan tugasnya.
(3) Setiap anggota harus menolak setiap
penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya
Dalam Pernyataan Etika
Profesi No. 2 tentang Kecakapan Etika Profesional dinyatakan:
Anggota harus memperhatikan standars teknik
profesi dan etika berupaya terus untuk meningkatkan kemampuan, kualitas
pelayanan dan pelaksanaan tanggung jawab profesional untuk mendapatkan
kemampuan anggota yang baik.
1. Kecakapan
(due care) mengaharapkan anggota
melaksanakan tanggung jawab profesional dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini
memperlihatkan suatu kewajiban dalam pengadaan dan pelayanan yang profesional
untuk mendapatkan kemampuan anggota yang memperhatikan kepentingan utama dari
setiap pelayanan/jasa yang diadakan dan kosisten dengan tanggung jawab profesi
bagi masyarakat.
2. Kemampuan
atau kompetisi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman. Dimulai
dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor independen.
Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk mempelajari dan
meningkatkan kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung jawab anggota. Dalam
semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berusaha mencapai
tingkat kemampuan yang menjamin bahwa kualitas pelayanan anggota telah sesuai
dengan tingkat profesional yang dituntut oleh standar profesi.
3. Kemampuan
adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian dan
pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan dengan cakap
dan baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan anggota. Setiap
anggota bertanggung jawab menilai kemampuan mereka, mengevaluasi apakah
pendidikan, pengalaman dan pertimabangannya cukup untuk suatu bentuk tanggung
jawab yang dimaksudkan.
4. Semua
anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap klien, pekerjaan
dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat dan teliti secara
keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai dan etika.
5. Kecakapan
Profesional meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan cukup aktivitas
profesional untuk pertanggungjawaban mereka.
Pernyataan Etika
Profesi No. 3: Pengungkapan Informasi Rahasia Klien, menyatakan:
a. Yang
dimaksud dengan dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara adalah:
·
Kewajiban anggota dalam mematuhi
panggilan sidang atau tuntutan pengadilan.
·
Setiap anggota tidak boleh menghalangi
atau menghindari pelaksanaan review dari anggota lainnya yang berwenang atau
ditunjuk oleh IAI dan instansi lainnya yang mempunyai otoritas untuk itu.
·
Setiap anggota tidak boleh menghindari
atau menghalangi penyelidikan Dewan Pertimbangan Profesi terhadap
ketuhanan-ketuhanan yang ada.
b. Anggota Dewan Pertimbangan Profesi atau
Reviewer tidak boleh memanfaatkan atau mengungkapkan informasi klien kacuali
atas tuntutan hukum atau pengadilan.
c. Anggota
yang mereview sehubungan dengan pembelian, penjualan atau merger dari seluruh
atau bagian sebuah perusahaan harus melakukan pencegahan yang diperlukan (appropiate precautions).
Contoh: membuat Written Confidentially Agreement (perjanjian tertulis untuk merahasiakan
informasi yang diterima).
d. Auditor
boleh mengungkapkan nama-nama pemberi tugas kepada pihak lain tanpa meminta
ijin dari pemberi tugas, kecuali bila pengungkapan nama tersebut mengungkapkan
rahasia informasi atas pemberi tugas.
Contoh: Pengungkapan nama pemberi
tugas yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
e. Anggota
yang menjadi auditor independen tidak boleh memberikan inside information kepada pihak lain mengenai pemberi tugas yang go public.
f. Auditor
terdahulu harus bersedia memperlihatkan audit working papers sebelumnya kepada
auditor pengganti, berdasarkan permintaan pemberi tugas.
g. Auditor
independen dapat menggunakan jasa tenaga ahli lainnya, namun harus melakukan
pencegahan untuk menjamin tidak adanya informasi rahasia pemberi tugas
terungkap dalam menggunakan tenaga ahli lainnya tersebut.
h. Auditor independen yang menarik diri dari
penugasannya karena menemukan pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan
pemerintah harus memperhatikan aspek hukum atas status dan kewajibannya bial
auditor penggantinya ingin mengetahui alasan penarikan diri auditor independen
tersebut. Auditor independen tersebut juga dapat menganjurkan pada auditor
independen penggantinya untuk meminta ijin kepada pemberi tugas untuk dapat
mendiskusikan segala masalah yang ada pada pemberi tugas secara bebas antara
auditor independen sebelumnya dengan penggantinya.
2.4.
Kasus
yang Terkait dengan Independensi Auditor
Akuntan publik atau auditor
independen dalam tugasnya mengaudit
perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam
lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan
tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan
perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya
terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik . Akan tetapi disisi lain, pemilik menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri.
perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam
lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan
tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan
perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya
terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik . Akan tetapi disisi lain, pemilik menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri.
Selain itu terdapat kasus keuangan
dan manajerial perusahaan publik
yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan
didenda oleh Bapepam. Kini kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik
juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang
menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan
kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam
yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset
hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang
mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam
membayar utang.
yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan
didenda oleh Bapepam. Kini kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik
juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang
menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan
kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam
yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset
hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang
mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam
membayar utang.
Berdasarkan investigasi tersebut
Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan
Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI
terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan
laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun
2003.
4 comments:
Boleh minta sumbernya darimana?
terima kasih, ijin save
mba boleh minta sumbernya darimana ?
terima kasih, sangat membantu saya untuk membuat makalah hihi
Posting Komentar
tolong diisi yha . .